PT Badak NGL memproyeksikan produksi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Kilang Bontang tahun ini hanya mencapai 146 kargo. Jumlah ini menurun 14 persen jika dibandingkan dengan target produksi tahun lalu yang mencapai 170 kargo LNG.
Presiden Direktur dan CEO Badak NGL Salis S. Aprilian mengatakan penurunan produksi ini akan terjadi akibat pasokan gas ke kilang Bontang secara perlahan mulai berkurang. Dia memperkirakan tahun ini rata-rata pasokan gas ke Kilang Badak mencapai 1.500-1.550 juta kaki kubik per hari (mmscfd), dibandingkan tahun lalu di kisaran 1.500-1.600 mmscfd.
Pasokan gas untuk Kilang Badak tahun ini berasal dari Blok Mahakam, East Kalimantan, dan Sanga-Sanga. Sumur-sumur pada ketiga blok migas tersebut sudah tua (mature) yang semakin lama menurun produksinya. Selain tiga blok tersebut, pasokan terbaru Kilang Bontang berasal dari proyek laut dalam Indonesian Deep Water (IDD) Bangka yang dikelola Chevron Indonesia.
Salis berharap proyek Jangkrik yang digarap Eni di Blok Muara Bakau bisa mulai berproduksi sesuai target pada September 2017. Proyek yang ditargetkan bisa berproduksi hingga 450 mmscfd ini bisa menambah pasokan Kilang Badak. Rencananya kilang tersebut akan menyerap gas dari proyek tersebut sebesar 100-110 mmscfd.
Dengan adanya tambahan pasokan dari Eni, kata Salis, Kilang Badak bisa memproduksi sekitar 160 kargo LNG hingga akhir tahun. "Nanti dari 146 kargo, akan ada tambahan produksi, kalau Eni masuk," kata Salis di Jakarta, Selasa (7/2). (Baca: Pemerintah Akan Impor Gas Tahun Ini)
Kilang Bontang terdiri dari delapan fasilitas pengolahan (train), dengan kapasitas masing-masing 400-450 mmscfd. Akibat penurunan pasokan gas, saat ini Badak NGL hanya mengoperasikan lima train. Salah satu train berfungsi sebagai cadangan (stand by) jika terjadi masalah operasional di kilang. Alhasil, sebanyak tiga train di kilang tersebut tidak beroperasi (idle).
Salis mengatakan, tiga train yang tidak beroperasi itu kini tengah diupayakan untuk menjadi aset nasional melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Dengan begitu, Badak NGL tidak lagi bertanggung jawab kembali atas pengoperasian tiga train tersebut.
"Ini supaya enggak membenani kami, misalnya untuk biaya perawatan," kata dia. Salis memprediksi, pengoperasian lima train di kilang Badak saat ini dapat menopang produksi hingga 2030.
Di sisi lain, Salis mengaku tahun ini ada sekitar 30-32 kargo gas yang belum memiliki komitmen dari pembeli (uncommitted cargo). "Kenapa ada uncommitted cargo, karena kan sebelumnya sudah ada buyer (pembeli) yang berkontrak jangka panjang dengan stok yang ada. Tiba-tiba tahun lalu masuk gas dari IDD, makanya ada kelebihan," kata dia.
Rencananya kargo-kargo tersebut akan dijual ke pasar spot dalam negeri atau dijual ke pasar internasional. Badak NGL akan berusaha agar gas yang belum laku tersebut bisa terjual di dalam negeri. Namun, Salis mengakui tantangan penjualan LNG ke dalam negeri masih sulit lantaran infrastruktur yang belum terbangun secara masif.
Meski begitu, ia yakin kargo yang belum memiliki komitmen pembeli tersebut akan laku tahun ini. "Kami sudah biasa kalau di pertengahan tahun sudah sisa 10 kargo. Karena kan perencanaan penjualan juga sudah ada," ujar Salis. (Baca: Aturan Terbit, PLN Bisa Impor Gas Bumi untuk Pembangkit)
Sekadar informasi, rata-rata produksi Kilang Bontang tahun lalu berkisar sekitar 163 kargo gas atau sekitar 10 juta ton per tahun (mtpa). Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan rata-rata produksi kilang Bontang pada tahun 2015 yang jumlahnya mencapai 182 kargo.