Walhi Tuduh Perusahaan Luhut Rebut Lahan Petani di Kalimantan Timur

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Pingit Aria
30/1/2017, 18.13 WIB

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menuduh dua perusahaan yakni PT Perkebunan Kaltim Utama (PKU) dan PT Kutai Energi (KE) merebut tanah petani di Kalimantan Timur. Kedua perusahaan itu merupakan anak usaha PT Toba Bara Sejahtra Tbk (TOBA) milik Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan.

“Perusahaan milik Luhut Binsar Pandjaitan telah mencemari sungai, merampas dan menggusur sumber-sumber kehidupan kelompok tani,” kata Direktur WALHI Kalimantan Timur Fathur Raziqin di kantor WALHI Pusat, Senin (30/1).

Penggusuran secara ilegal lahan warga oleh PT PKU dan PT KE diduga telah berjalan sejak 2005 lalu. Walhi mengklaim, lahan warga yang dirampas di tiga kecamatan yakni Kecamatan Muara Jawa, Loa Janan dan Sanga-sanga di Kabupaten Kutai Kertanegara.

(Baca juga: Geliat Kongsi Perusahaan Luhut dengan Swedia di Proyek ERP Jakarta)

Sementara, sejak tahun 1987 warga telah membuat sertifikat hak milik, selain itu pada 1997 warga yang belum memiliki sertifikat hak milik telah membuat SPPT (Surat Penguasaan Pemilikan Tanah).

Tak hanya itu, PT PKU justru justru memperoleh izin Hak Guna Usaha bernomor 75/HGU/BPNRI/2009 dari dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) seluas 8633,8 hektare pada 2009 dan berlaku hingga 2036. Izin itu melingkupi 1.300 hektare area tempat tinggal dan kebun warga.

Warga pun mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan menang. Namun, PT PKU dan PT KE tak juga pergi dari tanah mereka.

“Jika agenda reforma agrarian pemerintah ingin berhasil, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh Presiden adalah menertibkan jajarannya dari bisnis yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan merusak lingkungan,” kata Fathur.

(Baca juga: Batas Waktu Rekomendasi Izin Tambang dari Gubernur Diperpanjang)

Kini, Walhi memfasiliasi warga yang menuntut perusahaan untuk memulihkan lahan warga yang telah dialihfungsikan sebagai kebun sawit dan tambang batubara. Selain itu, warga juga menuntut perusahaan untuk mengeluarkan kampung dan lahan pertanian masyarakat dari HGU perusahaan. “Keinginan dan tuntutan warga tidak berlebihan, hanya ingin kampungnya dipulihkan,” katanya.

Di sisi lain, Direktur Utama PT PKU 1, Suaidi Marabessy menganggap tuduhan Walhi salah alamat. Sebab, alih fungsi lahan dilakukan oleh manajemen sebelumnya.

Sebab, PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) baru membeli mayoritas saham dalam PT Perkebunan Kaltim Utama I pada 19 Juni 2013. “Jadi kalau penggusuran itu dilaksanakan sejak 2005, itu dilakukan oleh perusahaan yang lama,” katanya.

Di samping itu, Suaidi menyatakan, perusahaannya telah menawarkan kerjasama lewat mekanisme bagi hasil yang pada pembicaraan terakhir disepakati pembagian 20 persen untuk petani dan 80 persen untuk perusahaan. Sebelumnya, sistem bagi hasil dengan manajemen lama hanya 9 : 81.

(Baca juga:  Temui Luhut, Inpex: Kesepakatan Masela Masih Butuh Waktu)

Sementara itu, Direktur PT Toba Bara Sejahtra Tbk Pandu Sjahrir belum menjawab pertanyaan Katadata soal masalah ini.

Reporter: Muhammad Firman