Pertamina Rugi US$ 70 Juta Akibat Kerusakan Kilang Tahun Lalu

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria
24/1/2017, 16.44 WIB

PT Pertamina (Persero) mengakui kerugian sebesar US$ 70 juta akibat kerusakan pada kilang-kilang yang dioperasikannya di dalam negeri sepanjang tahun 2016. Perusahaan pelat merah ini menyiapkan lima langkah agar peristiwa serupa tidak terulang.

Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto mengatakan, memasuki tahun 2015, Pertamina terus melakukan efisiensi untuk bisa meningkatkan produktivitas pengelolaan kilang. Hal ini dilakukan guna menekan impor produk Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dwi mengakui, dalam pengoperasian kilang-kilang ini, terkadang memang mengalami kendala. "Inovasi kita lakukan, sehingga, bisa mendapatkan biaya yang lebih rendah dibanding impor. Tapi perjalanan sebuah pabrik (kilang) ada lancar, kadang berhenti," ujar Dwi saat konferensi pers di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (24/1).

(Baca juga: Masuk Blok Sanga-sanga, Kontraktor Lama Wajib Bayar ke Pertamina)

Direktur Pengolahan Pertamina Toharso menjelaskan, terdapat dua kemungkinan dalam tidak beroperasinya kilang milik Pertamina. Pertama, karena memang melakukan turn around (TA) atau servis besar. Kedua, akibat dari permasalahan teknis sehingga disebut unplan shut down.

Toharso mengatakan, sepanjang 2016, terjadi 35 kasus unplan shut down yang menyebabkan kerugian sebesar US$ 70 juta. "Termasuk disitu losses, potential losses, akibat dari adanya energi yang terbuang, gas yang terbuang karena harus di-flare, dan lainnya," ujar Toharso.

Bagaimanapun, Toharso mengatakan, adanya kerusakan bukan berarti kilang tersebut tidak beroperasi seluruhnya. Dirinya mencontohkan, pada 15 Januari 2017 lalu terjadi kerusakan di Kilang Balikpapan.

(Baca juga:  PLN Beri Waktu Pertamina Sepekan Penuhi Syarat Proyek Jawa 1)

Saat itu, hanya satu kilang yang mengalami masalah selama sepekan, yakni yang memiliki kapasitas 60 ribu barel per hari (bph). Sedangkan, kilang besarnya yang berkapasitas sekitar 200 ribu bph tetap beroperasi.

Toharso mengakui, rusaknya kilang Balikpapan ini akibat mundurnya jadwal perawatan yang harusnya dilakukan pada tahun lalu. Pertamina pun berjanji akan segera melakukan perawatan total tersebut pada bulan April 2017 ini. Selain itu, Pertamina juga akan melakukan servis besar pada Kilang Balongan di 23-30 Februari 2017.

Begitu pula dengan kerusakan yang terjadi pada tahun 2016, menurut Toharso, tidak menyebabkan produksinya berhenti total (black out).

Toh Toharso mengakui bahwa Pertamina akan menambah impor BBM apabila suatu kilang ini perlu melakukan servis besar, tetapi hal itu sudah diperhitungkan dalam rencana kerja tahunan.

"Kalaupun yang unplan shut down, kita masih memiliki cadangan BBM selama 20 hari, sehingga kita maksimalkan. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi gejolak harga di pasar spot, ketika kita kekurangan pasokan BBM," ujar Toharso.

(Baca juga: Pertamina Siap Beli Hak Kelola Exxon di Lapangan Tiung Biru)

Sementara itu, Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang menantang management Pertamina untuk mengurangi kasus unplan shut down ini. Direksi Pertamina menargetkan kasus unplan shut down ini menurun dari 35 kasus di 2016, menjadi maksimal 18 kasus di 2017.

"Kita berpikir ke depan, bagaimana upaya-upaya kita kurangi dan perbaiki. Bagaimana operasi bisa berjalan juga dengan tingkat efisiensi yang tinggi," ujar Ahmad.

Untuk mencapai hal tersebut, Pertamina telah menyiapkan lima langkah. Pertama, yakni memastikan tidak ada lagi kasus fatal yang menyebabkan kebakaran atau ada korban jiwa dan pencemaran lingkungan. Kedua, servis besar akan dilakukan tepat waktu agar kejadian seperti di kilang Balikpapan tidak terulang.

Ketiga, Pertamina akan melakukan efisiensi dalam melakukan operasi. Keempat, Pertamina juga akan melakukan optimasi dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada, termasuk menggunakan infrastruktur milik anak perusahaan untuk mencegah unplan shut down. Kelima, Pertamina akan memperkuat komunikasi organisasi antara direktorat yang ada.

Reporter: Miftah Ardhian