Aturan Baru Minerba Terancam Digugat, Luhut Pasang Badan

Arief Kamaludin | Katadata
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan
23/1/2017, 20.07 WIB

Kebijakan pemerintah melonggarkan pembatasan ekspor konsentrat dan mineral dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017, menuai kritik dan terancam digugat ke Mahkamah Agung (MA). Menyikapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan akan mengawal langsung pelaksanaan aturan itu.

Dia mengatakan perusahaan tambang yang telah mendapatkan izin untuk kembali mengekspor hasil tambangnya wajib membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter). Pemerintah memberikan batas waktu pembangunan smelter ini dalam lima tahun ke depan.

"Saya akan turun langsung, apalagi (relaksasi) ekspor selurus pembangunan smelter," kata Luhut di kantor PT Pelindo II (Persero), Senin (23/1).  (Baca: Terancam Digugat, Pemerintah Klaim Aturan Ekspor Mineral Sesuai UU

Sama halnya dengan divestasi kepemilikan perusahaan tambang asing. Dalam pasal 97 aturan ini disebutkan perusahaan tambang asing harus mendivestasikan sahamnya secara bertahap mulai 20 persen setelah lima tahun berproduksi, hingga 51 persen setelah 10 tahun berproduksi.

Luhut mengatakan pemerintah akan memastikan kewajiban divestasi ini berjalan, termasuk perusahaan tambang milik Amerika Serikat PT Freeport Indonesia. Salah satu opsinya, pemerintah akan menyiapkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang untuk mengambil saham Freeport.

Meski begitu, dia mengaku belum bisa mengetahui secara spesifik apakah PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang akan disiapkan. Ini masih terkait kondisi keuangan dua perusahaan plat merah tersebut. "Subjeknya pada keuangan mereka," kata Luhut. (Baca: Freeport Siap Divestasi Saham Melalui IPO di Pasar Modal)

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken PP 1/2017 pada 11 Januari lalu. Aturan yang merupakan revisi keempat PP 23/2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan revisi ini pemerintah kembali memberikan kesempatan bagi perusahaan tambang untuk mengekspor mineral mentah, meski belum memiliki smelter.

Peraturan anyar ini terbit satu hari sebelum izin eskpor konsentrat perusahaan tambang berakhir pada pada 12 Januari 2017. Dalam aturan ini, perusahaan tambang harus mau mengubah kontrak karya (KK) yang dipegangnya menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus. (Baca: Freeport Minta Syarat Ubah Kontrak, Arcandra: Harus Tunduk Aturan)

Saat ini ada 34 KK yang belum berubah menjadi IUPK, termasuk PT Freeport Indonesia. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Freeport Indonesia harus berubah menjadi IUPK kalau masih ingin mengekspor mineral mentah. Setelah menjadi IUPK, perusahaan tambang diberikan waktu lima tahun untuk membangun smelter. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan dengan ketentuan baru ini penerimaan negara akan naik. Meski, dirinya tidak menjanjikan nominal yang signifikan. "Basis hitungannya rumit dengan perubahan pajak yang bermacam. Ada pajak dividen, Pajak Penambahan Nilai (PPN) 10 persen," katanya. (Baca: BPS Prediksi Aturan Baru Pertambangan Bisa Genjot Ekspor)