Pemerintah terus mencari peluang investasi untuk eksplorasi di bidang hulu minyak dan gas bumi (migas). Kali ini, peluang tersebut datang dari negara tetangga, yakni Timor Leste.
Kerjasama antara Indonesia dan Timor Leste sebenarnya telah lama terjalin. Untuk lebih meningkatkan kerjasama tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Ditjen Migas menyelenggarakan Indonesia-Timor Leste Bilateral Meeting on Oil and Gas di Bali, Rabu (14/12). (Baca: Pertamina Hulu Energi Cari Cadangan Migas Baru)
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Staf Ahli Menteri ESDM bidang Perencanaan Strategis Ronggo Kuncahyo. Ada juga perwakilan dari Ditjen Migas, Badan Geologi, LEMIGAS, PPSDM Migas Cepu, STEM Akamigas Cepu, PT. Pertamina (Persero), SKK Migas, PT Badak NGL dan PT Rekayasa Industri.
Sementara delegasi Timor Leste dipimpin oleh Gualdino Da Silva, President of ANPM yaitu badan yang mengatur aktivitas atau kegiatan migas dan pertambangan di wilayah Timor-Leste. Selain itu, hadir perwakilan dari ANPM, Timor GAP dan IPG. (Baca: Skema Baru Kontrak Migas Bisa Mengancam Ketahanan Energi)
Ini merupakan tindak lanjut pertemuan sebelumnya yaitu kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Timor Leste pada 26 Januari lalu. “Pada pertemuan ini akan dilakukan diskusi dan berbagi informasi terkait kebijakan dan peraturan dari pemerintah kedua negara serta potensi kerjasama hulu dan hilir migas,” kata Ronggo berdasarkan keterangan tertulisnya, Kamis (14/12).
Pertemuan bilateral Indonesia-Timor Leste ini dalam rangka menjajaki peluang kerjasama di bidang eksplorasi antara Pertamina dengan Timor GAP, serta studi bersama antara pemerintah kedua negara. Selain itu, dijajaki pula peluang bisnis hilir migas bagi Pertamina di Timor Leste serta pengembangan sumber daya manusia.
Ronggo mengatakan, ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil saat ini masih sangat tinggi. Indonesia tidak lagi hanya sebagai negara produsen migas, tetapi juga konsumen.
Di sisi lain, produksi migas Indonesia terus menurun, padahal konsumsi makin meningkat. Akibatnya, impor BBM atau minyak mentah juga naik. (Baca: SKK Migas Ramal Penerimaan Migas Tahun ini Rendah)
Peningkatan eksplorasi dan pembangunan infrastruktur serta pengembangan migas non konvensional sangat penting untuk meningkatkan ketahanan energi. Di sisi lain, pemerintah akan mengurangi subsidi BBM dan diversifikasi energi.