Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyelesaikan aturan mengenai skema baru kerjasama minyak dan gas bumi (migas) yakni gross split. Targetnya, skema ini bisa diterapkan mulai awal tahun depan.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, penerapan skema anyar kerjasama migas ini hanya berlaku untuk kontrak baru. Sedangkan kontrak yang sedang berjalan masih menggunakan skema bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC). (Baca: Exxon Siap Pakai Skema Bagi Hasil Gross Split di Blok East Natuna)

Alasan Arcandra tidak memberlakukan skema baru itu untuk kontrak lama adalah demi menghormati kesucian kontrak yang sudah berjalan. “Mudah-mudahan Januari tahun depan aturan selesai,” kata dia di Jakarta, Jumat (9/12).

Salah satu kerjasama migas yang berpeluang menerapkan skema baru ini adalah kerjasama pengelolaan Blok Offshore North West Jawa (ONWJ). Kontrak blok ini akan habis 18 Januari 2017. Ketika kontrak habis, pemerintah memberikan hak kelola blok ini kepada PT Pertamina (Persero).

Namun, jika saat kontrak berakhir namun aturan skema baru tersebut tidak kunjung terbit maka Blok ONWJ akan tetap menggunakan skema PSC. "Kami belum tahu terkejar apa tidak, kalau terkejar bisa menggunakan skema itu," katanya. (Baca: Kontrak Bagi Hasil Blok ONWJ Pakai Skema Tanpa Cost Recovery)

Arcandra belum mau menyebut besaran bagi hasil antara negara dan kontraktor. Yang jelas, ada lima kriteria dalam menentukan besaran bagi hasil gross split. Pertama, besaran reservoir migas. Kedua, lokasi proyeknya.

Ketiga, kondisi lapangan. Keempat, tingkat kesulitan berdasarkan kondisi geologis. Kelima, jenis blok migas tersebut, yaitu blok konvensional atau nonkonvensional dan penggunaan teknologi. 

Dengan skema ini, menurut Arcandra, kontraktor sebenarnya mendapat keuntungan karena biaya operasionalnya lebih efisien. Pemerintah juga tidak lagi dibebankan dengan adanya cost recovery atau penggantian biaya operasional hulu migas.

Apalagi, dalam satu-dua tahun terakhir, penyimpangan cost recovery kerap berbuntut kasus hukum ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Skema ini juga tetap membuka peluang untuk penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Bahkan, industri lokal dapat meningkatkan kemampuannya untuk dapat bersaing. "Lokal harus tunjukkan bahwa kami mampu," ujar Arcandra. (Baca: Skema Baru Kontrak Migas Bisa Mengancam Ketahanan Energi)

Kepala Humas Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, Kementerian ESDM akan mensosialisasikan skema baru ini pada pelaku migas  yang terhimpun dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) dalam sepekan ke depan. Tujuannya untuk mendiskusikan dan mendengar masukan dari IPA.

Direktur IPA Tenny Wibowo pernah  mengusulkan agar penerapan skema gross split ini berlaku untuk kontrak baru, bukan yang sedang berjalan. Pemerintah juga harus memberitahukan terlebih dulu besaran bagi hasil di suatu wilayah yang menerapkan skema tersebut. (Baca: Pelaku Migas Kaji Untung-Rugi Skema Bagi Hasil Gross Split)

Hal itu untuk memudahkan perhitungan investasi sehingga bisa membandingkan dengan daerah lain. “Agak dilematis kalau diterapkan di tengah. Kalau sudah berproduksi, bagaimana menentukan split-nya,”  kata dia di Jakarta, Rabu (7/12).