Pembekuan keanggotaan Indonesia dalam Organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) tidak akan berdampak pada pasokan minyak. Bahkan PT Pertamina (Persero) tidak takut akan kesulitan mendapat pasokan minyak, akibat pembekuan keanggotaan Indonesia di organisasi negara pengekspor minyak (OPEC).
Senior Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba mengatakan melalui OPEC, Indonesia bisa mendapatkan akses ke produsen yang relatif terbuka melalui hubungan antar pemerintah. Ini terbukti berhasil dengan mendapatkan elpiji dari Iran. Selain itu sekarang sedang berjalan pendekatan dengan Badan Usaha Milik Negara sektor migas Nigeria.
(Baca: Indonesia Dapat Diskon Beli Elpiji dari Iran)
Daniel juga mengatakan hampir sekitar 50 persen impor minyak Indonesia bersumber dari beberapa negara OPEC, seperti Arab Saudi, Anggola, Nigeria, dan Gabon. Pembeliannya dilakukan dari perusahaan minyak negara (NOC) langsung (Arab Saudi dan Angola) ataupun melalui equity holder dan trader (Nigeria dan Gabon).
Meski Indonesia keanggotaan Indonesia di OPEC dibekukan, pasokan minyak dari negara-negara tersebut tidak akan terganggu. “Enggak ada dampaknya,” kata Daniel kepada Katadata, Jumat (2/12).
Direktur Megaproyek dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi juga tidak takut Indonesia akan kesulitan mendapatkan minyak setelah keluar dari OPEC. “Kalau membeli minyak di pasar, itu tidak ada masalah OPEC dan non OPEC,” kata dia di Jakarta, Kamis (1/12).
(Baca: Indonesia Bekukan Sementara Keanggotaan di OPEC)
Jika ingin tetap aktif di OPEC, maka Indonesia harus mengikuti keputusan memangkas produksi. Seperti diketahui, OPEC memutuskan untuk memangkas produksi minyak 1,2 juta barel per hari. Dengan keputusan ini Indonesia kebagian memangkas produksi sebesar 5 persen atau 37.000 barel per hari.
Masalahnua saat ini selain memproduksi, Indonesia juga harus mengimpor minyak untuk kebutuhan dalam negeri. Porsi impornya mencapai 50 persen dari produksi atau sekitar 430.000 barel per hari untuk kebutuhan bahan baku kilang nasional.
Kapasitas kilang di Indonesia sekitar 850 ribu sampai 900 ribu barel per hari. “Kalau produksi dipotong, impornya makin banyak,” kata dia.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto juga mengatakan pemangkasan produksi akan berdampak cukup signifikan bagi industri migas dan juga ketahanan energi nasional. Padahal Indonesia memerlukan peningkatan produksi minyak mentah untuk mengurangi impor.
(Baca: Demi APBN, Jokowi Dukung Indonesia Keluar dari OPEC)
Makanya sangat wajar dengan kondisi ini Indonesia tidak bisa ikut dalam keputusuan OPEC. “Keputusan pemerintah (membekukan keanggotaannya di OPEC) ini sangat rasional dan realistis untuk kondisi Indonesia saat ini," kata dia berdasarkan keterangan resminya, Jumat (2/12).
Di sisi lain, sebenarnya ada juga manfaat Indonesia bergabung dalam OPEC. Gubernur Indonesia untuk OPEC Widhyawan Prawiraatmadja pernah mengatakan setidaknya ada lima keuntungannya. Dengan keberadaan di OPEC, Indonesia bisa ikut menentukan pergerakan bisnis minyak dunia dan langsung berhubungan dengan negara-negara pemasok minyak.
Kedua, keberadaan Indonesia di OPEC menjadi strategis untuk bisa turut mempengaruhi penentuan harga minyak dunia. Bukan sekadar akan menerima dampaknya. Ketiga, aspek geopolitik.Indonesia kembali memainkan peran strategis di OPEC, khususnya menjadi penengah dan penyeimbang di antara negara-negara yang sedang berkonflik, seperti Iran dan Arab Saudi.
(Baca: OPEC Pangkas Produksi, BPS Peringatkan Risiko Kenaikan Harga BBM)
Keempat, keberadaan Indonesia di OPEC bisa mendatangkan banyak manfaat bagi perusahaan minyak nasional, khususnya Pertamina. Kerjasama bisnis bisa dilakukan secara langsung oleh Pertamina dengan berbagai perusahaan minyak negara OPEC lainnya, seperti dengan Saudi Arabia (impor minyak mentah, kerjasama kilang), Iran (impor LPG dan kondensat), Kuwait (impor gasoil), Qatar (pasokan gas), Nigeria dan Angola (impor minyak mentah).
Kelima, manfaat riset. OPEC memiliki kemampuan riset yang sangat kuat. Dengan status Indonesia sebagai anggota penuh di OPEC, maka kita akan memiliki akses atas semua riset OPEC yang berbiaya sangat mahal. Mulai dari riset soal produk minyak, gas, energi terbarukan, hidrokarbon non-konvensional, hingga soal lingkungan dan teknologi.