Indonesia memutuskan untuk membekukan sementara (temporary suspend) keanggotaannya di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Keputusan tersebut diambil dalam Sidang ke- 171 OPEC di Wina, Austria, Rabu (30/11).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan yang menghadiri sidang tersebut mengatakan langkah pembekuan diambil menyusul keputusan sidang untuk memangkas produksi minyak mentah dunia sebesar 1,2 juta barel per hari, di luar kondensat. Sidang juga meminta Indonesia untuk memotong sekitar 5 persen dari produksinya, atau sekitar 37 ribu barel per hari.
(Baca: Pasar Minyak Dunia Gelisah Jelang Pertemuan OPEC)
"Kebutuhan penerimaan negara masih besar dan pada RAPBN 2017 disepakati produksi minyak di 2017 turun sebesar 5.000 barel dibandingkan 2016," kata Jonan berdasarkan keterangan resminya, Rabu malam (1/12). Makanya Indonesia pun hanya bisa menyanggupi pemangkasan produksi sebesar 5.000 barel per hari.
Menurut Jonan, sebagai negara net importir minyak, pemotongan produksi ini akan menjadi tidak menguntungkan bagi Indonesia. Apalagi secara teoritis harga minyak diperkirakan akan naik. (Baca: Dirut Pertamina Lihat Peluang Harga Minyak Naik Tahun Depan)
Pembekuan sementara keanggotaan Indonesia ini adalah keputusan terbaik bagi seluruh anggota OPEC. Sebab dengan langkah ini, keputusan pemotongan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari bisa dijalankan. Di sisi lain Indonesia tidak terikat dengan keputusan yang diambil, sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia.
Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada tahun 2008, efektif berlaku 2009. Tujuh tahun kemudian, Indonesia memutuskan untuk kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016.