Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini belum memutuskan kemungkinan tetap menutup atau mulai membuka keran ekspor mineral. Sebab, saat ini, Kementerian Energi masih mengkaji payung hukum yang tepat untuk kebijakan tersebut.
Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, ada dua opsi yang tengah dikaji. Opsi pertama adalah merevisi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba. Kedua, merevisi PP Nomor 1 tahun 2014. Sementara opsi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU kemungkinan tidak akan dilakukan karena dapat membebani Presiden Joko Widodo.
(Baca: KPK Ungkap Potensi Kerugian Negara Rp 46 Triliun di Sektor Energi)
Arcandra menjelaskan, tiga pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan. "Pertama, bermanfaat baik bagi perusahaan smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian), kemudian untuk penambang, serta kestabilan harga," katanya di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/10).
Seperti diketahui, pemerintah akan memberlakukan larangan ekspor mineral tanpa adanya pemurnian terlebih dulu pada 11 Januari 2017. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri. (Baca: Lubang Maut Sisa Tambang)
Aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 dan UU Nomor 4 tahun 2009. Dalam UU Nomor 4 tahun 2009 khususnya pasal 170 UU Nomor 4/2009, sebenarnya disebutkan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi, wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak aturan tersebut.
Tapi, lewat Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2014, kewajiban itu diperpanjang tiga tahun. Jadi, perusahaan pertambangan punya kesempatan lagi untuk membangun smelter. Sayangnya, menurut Arcandra, tidak semua perusahaan tambang melaksanakan kewajiban tersebut. (Baca: Luhut Akan Batalkan Rencana Ekspor Bijih Nikel dan Bauksit)
Meski masih ada yang belum membangun smelter, Pelaksana tugas (Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan pernah mewacanakan tetap membuka keran ekspor mineral mentah pasca Januari 2017 melalui revisi PP 1 Tahun 2014. Ia mengklaim langkah itu sebagai insentif pemerintah untuk membantu perusahaan tambang mengelola arus kasnya.