Jumlah wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas) terus menurun dalam beberapa bulan terakhir. Sejak Juli lalu, cuma tersisa 288 wilayah kerja migas. Bahkan, dari jumlah tersebut, sebanyak 43 wilayah kerja memasuki tahap terminasi.

Kepala Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus mengatakan, salah satu penyebab investor mengembalikan wilayah kerja migas tersebut karena tidak menemukan (discovery) cadangan migas yang komersial. “Itu tersebar di seluruh Indonesia, paling banyak di Indonesia Barat,” kata dia di kantor SKK Migas, Jakarta, Jumat (21/10).

(Baca: Investasi di Blok Eksploitasi Turun 22 Persen dari Tahun Lalu)

Menurut Taslim, 43 wilayah kerja yang dikembalikan tersebut masih dalam tahap eksplorasi. Jadi, tidak akan mempengaruhi produksi migas secara nasional. Saat ini, rata-rata produksi minyak mencapai 834.600 barel per hari (bph), sementara produksi gas 6.900 mmscfd.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, jumlah wilayah kerja migas terus menurun sepanjang Januari hingga Juli 2016. Pada awal tahun, wilayah kerja migas berjumlah 312 blok migas. Sebulan berselang, jumlahnya menyusut menjadi 311 blok migas. Jumlahnya terus merosot menjadi 288 blok migas per Juli lalu. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji mengatakan, jumlah wilayah kerja migas terus berkurang karena minat investasi di hulu migas melesu. Salah satu penyebabnya adalah harga minyak dunia yang rendah. (Baca: Izin Sektor Migas Disederhanakan Jadi Enam)

Pemerintah sedang menyiapkan beberapa solusi untuk menggairahkan kembali investasi di hulu migas. Salah satunya adalah mengubah  Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2010 tentang perpajakan dan biaya penggantian dana talangan migas (cost recovery). Upaya lainnya, mempermudah perizinan di sektor migas.

Direktur Pembinaan Hulu Kementerian ESDM Tunggal menambahkan, upaya lain pemerintah adalah melengkapi data wilayah kerja migas untuk memudahkan investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. "Kelengkapan data sudah kerja sama dengan Badan Geologi dan Badan Litbang untuk survei daerah-daerah potensial," kata dia kepada Katadata, Jumat (21/10). 

Dewan Penasihat Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, harga minyak dunia yang rendah tidak  bisa dijadikan tameng terhadap kondisi tersebut. Sebab, harga minyak rendah sudah terjadi 2,5 tahun yang lalu, sehingga sebenarnya semua biaya sudah menyesuaikan kondisi tersebut.

(Baca: Asosiasi Migas Nilai Beleid Cost Recovery 2010 Biang Lesunya Investasi)

Menurut Pri Agung, perlu melihat aktivitas yang ada saat ini untuk mengetahui hambatan-hambatannya. Meskipun jumlah wilayah kerja semakin sedikit, jika tetap aktivitas artinya belum ada hambatan. “Justru semakin banyak wilayah kerja migas tapi persentase aktifnya sedikit itu menunjukkan tidak jalan, ada hambatan berarti," katanya kepada Katadata, Jumat (21/10).