Banyak Tekanan, Susi Akui Tak Mudah Berantas Pencuri Ikan

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
20/10/2016, 18.29 WIB

Upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan mengurangi penangkapan ikan secara ilegal alias illegal fishing tak selalu berjalan mulus, termasuk atas kapal-kapal asing. Beberapa pengusaha yang merasa dirugikan, misalnya, menolak kebijakan tersebut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan pemberantasan illegal fishing menjadi sulit karena tidak dibarengi kemauan politik dan dukungan kementerian lainnya. Sebab, praktek semacam ini justru dilakukan oleh pengusaha di dalam negeri. (Baca: Susi Berantas Illegal Fishing, Penerimaan Sektor Perikanan Melejit).

Karena itu, butuh kekompakan dari kabinet kerja dengan manajemen yang disiplin dan berkesinambungan. “Ini tidak mudah. Saya punya kekhawatiran dengan pendekatan (sejumlah pihak). Mereka sudah memberikan justifikasi, memutar balik fakta,” kata Susi dalam diskusi bertajuk "Tantangan Reformasi Kelautan" yang diselenggarakan oleh Katadata bekerjasama dengan KBR dan Hukumonline di Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2016.

Karena itu, Susi mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Perikanan Tangkap. Ia berharap pemerintah terus konsisten dalam kebijakan ini. Semua pemangku kepentingan diharapkan mengerti bahwa kebijakan ini dibutuhkan untuk menjaga kelansungan sumber daya laut dan perikanan di masa depan.

 “Saya melihat, Presiden masih yakin dengan apa yang kami lakukan. Dengan angka (kinerja) yang ada, masih firm,” ujar dia. “Ini satu-satunya yang kami harapkan stay, stance, dan sustain. Kalau tidak, ikan akan habis.” (Baca: Jokowi: Indonesia Rugi Rp 260 Triliun Akibat Pencurian Ikan). 

Tangkapan Ikan Kapal Asing Turun, Kapal Lokal Naik (Katadata)

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif membenarkan bahwa intervensi di sektor perikanan memang mudah datang dari banyak pihak. Bahkan, KPK sudah memetakan beberapa titik rawan korupsinya. Praktik seperti itu bisa terjadi pada saat pemberian izin, penerbitan regulasi, sistem penataan dan monitoring, kelembagaan, serta perluasan dan penegakan hukum.

Halaman: