Pembahasan rencana pengembangan proyek Blok Masela antara pemerintah dan Inpex Corporation mencapai tahap final. Pengembangan blok kaya gas di Laut Arafura, Maluku, ini akan dipisah menjadi dua bagian, yaitu bagian hulu dan hilir. Tujuannya agar biaya investasinya bisa dipangkas.

Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, sudah membahas rencana pengembangan Blok Masela dengan manajemen Inpex di kantor pusatnya ketika berkunjung ke Jepang pada pekan lalu. “Saya makan malam dengan Presiden atau Chief Executive Officer (CEO) Inpex. Mereka sangat apresiasi perkembangan dari pembicaraan Masela,” kata dia di Jakarta, Selasa (11/10). (Baca: Luhut Batasi Inpex 8 Bulan Buat Rencana Pengembangan Masela)

Dalam pertemuan itu, Luhut menjelaskan rencana pembangunan Proyek Masela akan dipisahkan menjadi dua bagian. Pertama, di bagian hulu mulai dari tahap pengeboran hingga produksi gas akan dikerjakan oleh Inpex sebagai kontraktor Blok Masela.

Kedua, bagian pasca produksi gas sampai hilirasi pemanfaatan gas untuk industri petrokimia dan pupuk akan dikerjakan oleh perusahaan Indonesia bekerja sama dengan perusahaan Jepang.

Menurut Luhut, gas untuk industri pupuk ini sangat penting. Produksi pupuk bisa disalurkan ke daerah Merauke, Papua. Apalagi, pemerintah akan menjadikan Merauke sebagai lumbung pangan Indonesia.

Ia mengklaim, Inpex tidak keberatan dengan skema pemisahan Proyek Masela tersebut. “Itu sudah disepakati dan lagi dihitung detail oleh kedua belah pihak. Pertemuan intensif kedua belah pihak 2 sampai 3 kali dalam satu minggu,” ujar dia.

Skema pemisahan tersebut diyakini akan menurunkan biaya investasi pengembangan Blok Masela. Sayangnya, Luhut tidak mau menyebut besaran pemangkasan biayanya. “Cost-nya bisa diturunkan. Tapi saya kira tidak elok disebutkan di sini, biarkan nanti Inpex yang menjelaskan detailnya,” katanya.

Namun, Luhut sebelumnya pernah menyatakan, nilai investasi Blok Masela kalau hanya mencakup bagian hulu saja sekitar US$ 7 miliar.  Sebagai perbandingan, hitungan awal investasi Blok Masela dengan skema darat mencapai US$ 22 miliar.  (Baca: Konsep Baru, Kementerian ESDM Klaim Investasi Masela Bisa US$ 7 M)

Juru Bicara Inpex Usman Slamet menyatakan, Inpex merespons positif dukungan dan kerjasama dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas selama ini agar pengembangan lapangan gas Abadi, Blok Masela, dapat segera dimulai. Namun, dia mengingatkan, rencana pengembangan itu membutuhkan perhitungan yang seksama dan hati-hati.

"Proyek itu kompleks, yang melibatkan investasi sangat besar dan jangka panjang, dengan tingkat risiko yg besar," katanya kepada Katadata, Selasa (11/10) malam.  

Di sisi lain, Luhut menyatakan, lahan yang akan dipakai untuk membangun kilang gas dari Blok Masela belum ditentukan. Sampai saat ini sudah ada dua pilihan dan Presiden Joko Widodo yang nantinya akan memutuskan. (Baca: Inpex Berpeluang Dapat Tambahan Perpanjangan Kontrak Blok Masela)

Sementara terkait permintaan insentif oleh Inpex agar proyek itu ekonomis, Luhut mengaku, masih dalam tahap negosiasi. "Kami mengerjakan secara paralel sehingga diharapkan konstruksi Proyek Masela itu dimulai anytime tahun 2019,” ujar dia.

Sebelumnya, Inpex meminta tiga insentif pengembangan Blok Masela menggunakan skema di darat. Pertama, tingkat pengembalian investasi/Internal Rate of Return (IRR) 15 persen dengan penambahan kapasitas dari 7,5 mtpa ke 9,5 mtpa. 

Kedua, moratorium kontrak dari yang seharusnya kontrak berakhir di 2028 menjadi 2038. Masa waktu itu belum dihitung dengan perpanjangan kontrak yang akan diminta Inpex setelah kontrak berakhir. Ketiga, penggantian biaya (cost recovery) untuk studi yang sudah dikeluarkan Inpex selama ini, yakni sebesar US$ 1,2 miliar.