Jokowi Didesak Angkat Kepala PPATK Baru Berekam Jejak Teruji
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak segera mengangkat dan menetapkan pimpinan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang baru. Desakan ini muncul karena masa jabatan pimpinan PPATK yang sekarang akan berakhir pada 26 Oktober mendatang.
Berbagai pihak, baik lembaga bentukan pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memiliki kriteria masing-masing dalam memilih pimpinan PPATK. Namun, semua pihak itu bersepakat salah satu syaratnya adalah rekam jejak yang teruji.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, PPATK merupakan mitra strategis KPK dengan adanya pertukaran informasi. Karena itu, persyaratan seleksi pimpinan PPATK harus lebih tinggi dibandingkan pimpinan KPK. Alasannya, informasi yang dimiliki PPATK rawan disalahgunakan dan bersifat rahasia.
(Baca: PPATK Minta Dilibatkan dalam Proses Seleksi Anggota BPK)
Yang terpenting adalah, rekam jejak pimpinan PPATK tersebut haruslah jelas dan teruji. "Kalau belum memiliki rekam jejak yang cukup, terus terang harus dihindari. Jangan mempercayakan orang yang belum teruji. Teruji juga harus dilihat track record-nya" ujar Laode saat diskusi bertema "Mencari Sosok Ideal Pemimpin PPATK" di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Kamis (6/10).
Selain itu, calon pimpinan PPATK harus terbebas dari afiliasi dengan partai politik. Alasannya, PPATK memiliki pengetahuan atas informasi keuangan sehingga menjadi masalah yang besar kalau bisa dijangkau oleh berbagai pihak, terutama partai politik.
Ia menambahkan, pimpinan PPATK juga harus terbebas dari kepentingan perusahaan. Karena itu, Laode menekankan, rekam jejak calon pimpinan PPATK yang baru sangat penting. (Baca: Tak Semua Aset Tax Amnesty Akan Bisa Masuk ke Indonesia)
Sementara itu, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Asrul Sani menyebutkan empat persyaratan yang harus dipenuhi pimpinan PPATK yang baru. Pertama, mengemban visi dan misi PPATK. Kedua, berintegritas dan bertanggung jawab dengan rekam jejak yang jelas.
Ketiga, independen dari partai politik. Keempat, harus lebih baik dari sekarang dengan memberikan informasi yang dibutuhkan publik secara gamblang, terutama terkait dengan pemilihan umum. "Tambahannya di samping memenuhi syarat tadi, kemampuan berkomunikasi dengan DPR harus baik. Bahkan PPATK jangan tunduk dengan DPR," ujar Sani.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Kepala PPATK Yunus Husein mengatakan, pimpinan PPATK baru harus dapat dipercaya, dan mampu berkomunikasi secara empatik dan efektif. Selain itu, berasal dari sektor keuangan dan penegak hukum sesuai dengan rezim antitindak pidana pencucian uang.
"Jadi pimpinan PPATK harus menjadi role model bagi yang lainnya. Dia tidak memboroskan anggaran, tidak mencampur acara pribadi dengan acara dinas. Karena role model atau contoh itu bagai seribu bahasa, tidak perlu banyak bicara pasti orang lain tetap akan meniru," ujar Yunus.
Peneliti Indonesian Corruption Watch Donal Fariz menyatakan, sembilan syarat yang harus dipenuhi pimpinan PPATK yang baru. Pertama, memiliki integritas. Kedua, punya perencanaan strategis. Ketiga, imparsial atau tidak memihak dan memiliki indenpendensi tinggi atau tidak memiliki loyalitas ganda. Keempat, memiliki kapasitas yang memadai dalam isu pencucian uang.
Kelima, memiliki daya tahan bekerja untuk menghadapi serangan balik koruptor dan siap menghadapi tekanan. Keenam, berani mengambil risiko dan bertanggung jawab. Ketujuh, terbebas dari konflik kepentingan politik dan bisnis. (Baca: PPATK Lima Negara Buru Pejabat di Panama Papers)
Kedelapan, punya kredibilitas di mata masyarakat dan dipercaya publik. Terakhir, kesembilan, mampu membangun relasi yang baik dengan lembaga sejenis diberbagai negara.
Namun, Donal menyayangkan respons Presiden yang dinilai kurang memberikan perhatian dalam pemilihan pimpinan PPATK ini. ICW berharap Jokowi dapat mendengarkan masukan-masukan yang telah disampaikan dan segera memilih pimpinan PPATK yang baru.
"Presiden Jokowi harusnya meletakkan pemilihan jabatan ini sebagai prioritas. Sekarang kan adem ayem saja," katanya. Penyebabnya, Donal menduga, Presiden sudah memiliki nama yang tepat untuk mengisi posisi tersebut. "Atau yang kami (ICW) khawatirkan yaitu Presiden tidak memiliki concern di sini."