Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kelebihan pembayaran subsidi yang disalurkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara senilai Rp 6,26 triliun pada 2012 hingga 2014. Kepala BPK Harry Azhar Azis mengatakan hal ini lantaran perusahaan plat merah tersebut menghentikan penggunaan standar akuntansi ISAK 8 dalam pembelian listrik swasta yang mengandung sewa.
“Ini perlu mendapatkan perhatian dari PLN,” kata Harry saat pidato penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2016 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 4 Oktober 2016. (Baca: BPK Temukan 6 Masalah dalam Laporan Keuangan Pemerintah).
Dalam laporan keuangannya (unaudited), PLN mengubah kebijakan akuntansinya dari ISAK 8 menjadi tidak ISAK 8. Padahal, Otoritas Jasa Keuangan tetap mewajibkan PLN untuk menerapkan ISAK 8. Ketika menerapkan ISAK 8, suatu perusahaan wajib mengakui kontrak jual beli sebagai utang. Hal ini apabila ada pengalihan manfaat maupun risiko dari kepemilikan aset yang dialihkan tersebut.
ISAK 8 yaitu Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan 8. Ini merupakan pernyataan dan interpretasi yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia, serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah pengawasannya. (Baca juga: PLN Sepakat Beli Listrik Tenaga Surya di NTT).
Menurut Harry, kelebihan pembayaran subsidi listrik tersebut erat kaitannya dengan alpanya penggunaan model akuntansi ini. Oleh sebab itu selain menggunakan metode ISAK 8, BPK juga meminta Direksi PLN menyetorkan kelebihan pembayaran subsidi listrik dalam periode dua tahun tersebut.
Apabila tidak menyetorkan kelebihannya, akan diperhitungkan sebagai pengurang subsidi listrik pada tahun berikutnya. Untuk 2017, Badan Anggaran DPR memutuskan subsidi listrik Rp 44,98 triliun, lebih rendah dari usulan pemerintah Rp 48,56 triliun. (Baca juga: BPK Akui Tak Ada Kerugian Negara dalam Penjualan Minyak Blok Cepu).
Keputusan itu diambil setelah Banggar menilai pemerintah berkomitmen mencabut subsidi pada pelanggan berdaya 900 VA. Sehingga, subsidi listrik selanjutnya hanya akan diberikan kepada 23,15 juta pelanggan. Mereka itu yang mengkonsumsi listrik berdaya 450 VA sebanyak 19,1 juta pelanggan dan berdaya 900 VA sebesar 4,05 juta konsumen.
Pelanggan subsidi listrik tersebut berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang disepakati Banggar. Data TNP2K mencatat selama ini hanya sekitar 26 persen kelompok miskin dan rentan yang menerima subsidi listrik dari pemerintah, sisanya didominasi oleh kelompok kaya.
Kepala Divisi Niaga PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Benny Marbun mengatakan, pemangkasan subsidi listrik ini sebenarnya akan diterapkan tahun ini. Namun rencana tersebut belum bisa terealisasi karena menunggu kesiapan data pelanggan yang layak mendapat subsidi. (Lihat pula: PLN Tambah Pasokan Listrik Jawa-Bali 660 MW).