Korea Gas Corporation (KOGAS) akan melakukan kajian sumber daya gas metana batubara (CBM) di Indonesia. Perusahaan asal Korea Selatan yang khusus bergerak di bidang teknologi fasilitas gas alam ini akan bekerjasama dengan Lemigas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengembangkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), khususnya CCS-EOR.
Kerjasama ini merupakan salah satu hasil pertemuan The 9th Indonesia-Korea Energy Forum (IKEF) dan The 6th Indonesia-Korea Joint Working Group (JWG) on Gas yang diselenggarakan di Seoul, Korea, pekan lalu. “Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal Migas I.G.N Wiratmaja Puja dan delegasi Korea dipimpin oleh Chae Hee-bong, Deputy Minister of Energy and Resources Policy-MOTIE,” seperti dikutip dari situs resmi Ditjen Migas, Selasa (13/9). (Baca: Pemerintah Akan Membuat Roadmap Migas Nonkonvensional)
Seperti diketahui, cadangan gas metana batubara (CBM) yang ada di Indonesia mencapai 453 triliun kaki kubik (Tcf). Potensi ini lebih besar dibandingkan cadangan gas konvensional yang hanya 170 Tcf.
Potensinya ini juga lebih besar dibandingkan negara produsen batubara lain, seperti Australia yang memiliki cadangan CBM sebanyak 350 Tcf. Padahal, Australia merupakan eksportir CBM terbesar keempat di dunia.
Meski cadangannya besar, migas nonkonvensional di Indonesia masih kurang berkembang. Menurut Wiratmaja, penyebabnya adalah teknologi dan aturan yang ada dianggap kurang mendukung.
Di sisi lain, ketua delegasi dua negara tersebut juga meneken nota kesepemahaman (MOU) mengenai Sistem Manajemen Keselematan Energi. Ada pula rencana pengembangan proyek-proyek listrik di Cirebon, Kalimantan Selatan dan Tengah (Kalselteng) dan Bali serta pengembangan sumber daya manusia dan penelitian antara Korea dengan Indonesia. (Baca: Pemerintah Susun Aturan Sistem Manajemen Keselamatan Migas)
Ketua delegasi dari masing-masing negara juga mendiskusikan mengenai peluang kerjasama dalam pulau energi bersih, dan pemanfaatan fasilitas gas alam cair skala kecil. Untuk menindaklanjuti MoU tersebut, telah didiskusikan mengenai pembentukan satuan tugas dan juga rencana rapat kerja bersama.
Dalam pertemuan pada Kamis pekan lalu (8/9) itu, beberapa delegasi juga mengunjungi fasilitas Incheon LNG Terminal dan Dimethyl Ether (DME) Clean Fuel Development yang dikembangkan KOGAS dan berlokasi di Incheon. Fasilitas LNG Terminal saat ini mempunyai total kapasitas sebesar 2,88 juta kiloliter.
Dalam keterangannya, KOGAS menyatakan tengah mengembangkan fasilitas DME. Perbedaan antara teknologi yang dimiliki oleh KOGAS saat ini dengan fasilitas DME di Cina adalah dengan mengembangkan teknologi one step process atau proses satu tahap. (Baca: Pertamina Akan Bor Sumur Migas Nonkonvensional Pertama di Indonesia)
Teknologi itu diyakini lebih efisien dibandingkan teknologi two step process atau proses dua tahap dalam hal produksi DME. Teknologi two step process ini akan lebih baik digunakan apabila fasilitas DME yang dirancang untuk menghasilkan produk methanol di samping DME.