Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat kembali mempertanyakan penghematan pada anggaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNS Daerah sebesar Rp 23,4 triliun. Anggota Komisi dari Fraksi Nasdem Johnny G. Plate menyatakan heran karena pemangkasan baru terjadi setelah Sri Mulyani menjabat Menteri Keuangan.

Karena itu, dia meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilibatkan untuk mengaudit anggaran TPG mengingat tunjangan tersebut sudah dilakukan bertahun-tahun. “Kalau perlu hingga 10 tahun ke belakang,” kata Johny dalam rapat yang digelar di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2016.

Menurut Johny, audit tersebut penting untuk melihat kemungkinan potensi ketidakberesan pada  penganggaran sebelumnya. “Anggaplah setahun ini bisa Rp 23 triliun, jangan-jangan kalau diaudit lagi bisa 10 kali lipatnya,” ujarnya. (Baca: Sri Mulyani: Kami Tidak Menunda Gaji Guru).

Sementara itu, Anggota Komisi Keuangan dari Partai Demokrat Heri Gunawan mempertanyakan pemotongan tersebut dan kaitannya dengan kewajiban pemerintah untuk menyediakan anggaran pendidikan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan merujuk Undang-Undang Dasar 1945, dia menilai tunjangan guru sebagai bagian dari anggaran pendidikan yang mesti mencapai 20 persen dari APBN.

Namun sebelum menjelaskan masalah tersebut, Sri Mulyani bergeser ke Komisi VI untuk rapat mewakili Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno yang masih dilarang datang ke Senayan. Jawaban akan dia sampaikan pada rapat lanjutan setelah pertemuan dengan Komisi BUMN usai. (Baca: Data Pegawai Berlebih, Dana Tunjangan Guru Dipangkas).

Sebelumnya, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyatakan ada beberapa data penerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang tidak sesuai. Data termutakhir menyebutkan serapan TPG saat ini hanya 1.221.947 guru dari sebelumnya 1.374.418 guru. Hal itu lantaran sebagian dari mereka ada yang sudah pensiun, bermutasi, atau belum bersertifikat.

Sedangkan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Budiarso Teguh Widodo mengatakan telah menemukan ada sisa anggaran TPG sebesar Rp 19,6 triliun di rekening kas daerah. Hal tersebut juga merupakan salah satu alasan mengapa anggaran TPG Rp 23,4 triliun ditunda.

Pemangkasan tersebut merupakan upaya pemerintah menghemat anggaran dengan menekan belanja negara seiring perkirakan penerimaan negara, terutama dari pajak, tidak dapat tercapai hingga Rp 219 triliun. Untuk itu, perlu dilakukan pengendalian belanja negara, di antaranya penghematan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). (Baca pula: Rawan Gugatan, Pemda Diminta Tak Potong Belanja Modal).

Walau memangkas belanja, pemerintah menyatakan penghematan tersebut dilakukan secara hati-hati dan selektif agar tidak mengurangi kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat dan pembangunan infrastruktur. Secara total, penghematan TKDD pada 2016 diperkirakan Rp 72,9 triliun. Sumber pengurangan diambil dari penghematan alamiah Rp 36,8 triliun dan penundaan sebagian penyaluran Dana Alokasi Umum Rp 19,4 triliun dan Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 16,7 triliun.

Penghematan alamiah berasal dari perkiraan sisa pagu, misalnya DBH Pajak sebesar Rp 4,2 triliun. Hal ini lantaran turunnya perkiraan penerimaan pajak yang harus diikuti dengan penurunan DBH Pajak yang disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan negara.

Lalu Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik sebesar Rp 6 triliun. Beberapa daerah memang diperkirakan tidak mampu memenuhi persyaratan penyaluran DAK fisik yang berbasis kinerja penyerapan. (Baca juga: Dana Desa Berkurang, Pemangkasan Anggaran Naik Jadi Rp 133,7 Triliun).

Kemudian DAK nonfisik sebesar Rp 23,8 triliun. Termasuk dari DAK nonfisik inilah di antaranya berasal dari dana Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah sebesar Rp 23,4 triliun tadi.