PT Badak NGL mengurungkan niatnya untuk menutup satu fasilitas pengolahan (train) gas alam pada tahun ini. Salah satu penyebabnya adalah adanya tambahan pasokan gas ke Kilang Bontang.
Awalnya, BadaK NGL berencana menutup satu dari empat train yang beroperasi karena minim pasokan gas. Namun menurut Presiden Direktur Badak NGL Salis S. Aprilian, keempat train gas alam cair milik Badak akan terus beroperasi sampai akhir tahun, bahkan hingga tahun depan. (Baca: Kurang Pasokan, Badak NGL Akan Tutup Satu Unit Pengolahan).
Salis optimistis empat train itu tetap beroperasi karena beberapa faktor. Pertama, pasokan gas dari Blok Mahakam yang kini masih dikelola oleh Total E&P Indonesie masih bagus. “Turunnya tidak sesuai dari prediksi awal karena melakukan workover jadi mendongkrak produksi,” kata dia di Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2016.
Hingga kini, kontraktor pemasok gas untuk Kilang Badak adalah Total E&P Indonesie sebesar 81 persen, Vico Indonesia 16 persen, dan Chevron Indonesia 3 persen. Sementara kapasitas masing-masing train tersebut dapat memproduksi 400 sampai 450 juta kaki kubik gas alam cair per hari.
Selain dari Mahakam, train milik Badak juga mendapat pasokan gas dari Lapangan Bangka yang masuk dalam proyek Laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD) milik Chevron Indonesia. Gasnya direncanakan masuk mulai bulan depan sekitar 40 mmscfd. (Baca: Chevron Produksi Gas Alam Pertama Lapangan Bangka).
Ada juga pasokan dari lapangan Jangkrik di Blok Muara Bakau milik Eni Indonesia. Produksi gas dari lapangan tersebut diperkirakan mencapai 450 mmscfd. Lapangan Jangkrik ditargetkan mulai produksi pada kuartal tiga tahun depan. "Kalau Lapangan Jangkrik menambah run-up bisa empat train," kata dia.
Tapi Salis mengatakan rata-rata produksi Kilang Bontang tahun ini menurun dibandingkan tahun lalu. Hingga akhir tahun kilang ini bisa menghasilkan sekitar 163 kargo gas atau sekitar 10 juta ton per tahun (mtpa). Padahal tahun lalu mencapai 182 kargo. "Sekarang konstan produksi di 1500-1600 mmscfd," kata dia.
LNG dari kilang ini sebagian untuk ekspor, salah satunya untuk kebutuhan gas Korea Selatan dan Jepang. Tapi kontrak untuk Korea Selatan akan berakhir 2020. (Baca: Kilang LNG Terbesar RI Terancam Kehabisan Gas).
Di sisi lain, PT Badak juga tengah menyiapkan proses transisi kepemilikan ke Pertamina tahun depan. Kepemilikan hak pengelolaan Pertamina akan meningkat dari 55 menjadi 100 persen. Saat ini, selain Pertamina, ada Total E&P Indonesie yang memiliki 10 persen, VICO Indonesia 20 persen, dan JILCO 15 persen.
Dalam masa transisi menuju 2017, menurut Salis, Badak NGL akan menjalankan empat prioritas usaha, yaitu tetap memproduksi LNG dengan mempertahankan kualitas, meningkatkan efisiensi biaya, memprioritaskan standar keselamatan atau health, safety, security and the environment (HSSE), dan pengembangan sumber daya manusia.