Tolak Holding Migas, Serikat Pekerja PGN Dukung Holding Energi

Donang Wahyu|KATADATA
Perusahaan Gas Negara (PGN)
Penulis: Arnold Sirait
26/8/2016, 18.16 WIB

Rencana pemerintah membentuk induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas bumi mulai menuai penolakan. Skema menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha tersebut ditentang oleh Serikat Pekerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).

Ketua Umum Serikat Pekerja PGN M. Rasyid Ridha mengatakan, akuisisi Pertamina terhadap PGN hanya akan melemahkan atau mengerdilkan PGN. Apalagi, bisnis PGN dengan Pertamina merupakan bisnis yang saling menggantikan.

Menurut Rasyid, bila PGN di bawah Pertamina akan terjadi konflik kepentingan. “Pertamina tentu tidak ingin bisnis minyaknya berkurang karena penyaluran gas PGN terus meluas," kata dia dalam keterangan resminya, Jumat (26/8).

Sebaliknya Rasyid mengatakan, pekerja PGN mendukung rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk holding energi. Berbeda dengan holding migas, dimana sebatas Pertamina mengakuisisi PGN. (Baca: Akuisisi PGN, Aset Pertamina Akan Bertambah Rp 100 Triliun)

Menurut dia, konsep induk usaha BUMN yang tepat adalah holding energi yang memperkuat BUMN-BUMN di bidang energi. Salah satu contohnya seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang diperkuat di sektor kelistrikan, PGN di sektor gas bumi, dan Pertamina diperkuat dari sisi produksi hulu minyaknya.

Jadi, semestinya holding energi meliputi PGN, Pertamina, dan PLN. "Hal ini akan meningkatkan kedaulatan energi nasional melalui sinergi nyata dan menghilangkan friksi yang kerap terjadi di ketiga BUMN tersebut dan tentu akan memperlancar program andalan pemerintah yaitu pembangkit listrik 35.000 MW," kata Rasyid. (Baca: Pemerintah dan PLN Kebut Megaproyek Listrik 35 GW)

Demi menjamin kendali negara pada badan usaha di dalam holding energi, Serikat Pekerja PGN meminta agar status PGN tetap sebagai BUMN. Selain itu, Rasyid mengatakan seluruh pekerja PGN menolak semua usaha untuk mengerdilkan dan menghilangkan peran PGN sebagai BUMN yang menyalurkan dan menyediakan gas bumi.

Pekerja PGN juga menetang jika PGN hanya dijadikan jaminan permodalan Pertamina ketika holding itu terbentuk. Hal ini akan mempengaruhi struktur pendanaan PGN untuk terus berkembang. Di sisi lain, hal tersebut menunjukkan kesan bahwa Pertamina hanya butuh pendanaan dengan mendirikan holding.

Di sisi lain, Rasyid menilai inefisiensi pembangunan infrastruktur yang tumpang tindih antara Pertagas dan PGN sehingga harga gas tinggi, tidak dijadikan alasan pembentukan holding. Hal itu tidak akan terjadi apabila Kementerian BUMN punya sikap tegas dalam mengatur BUMN dan anak usahanya. (Baca: Sri Mulyani: Rencana Holding BUMN Butuh Dukungan DPR)

Kementerian BUMN seharusnya juga dapat berperan lebih besar untuk bertindak sebagai superholding yang membawahi ratusan BUMN dan berperan sebagai dirigen dalam sinergi seluruh BUMN. “Tidak sekadar urusan administrasi dan birokrasi semata," kata dia.