Pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 secara intensif. Revisi beleid yang mengatur biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) tersebut diharapkan rampung tahun ini.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, perubahan aturan itu merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan investasi hulu migas di Indonesia. “Apa yang bisa dipercepat  dan bisa mendorong investasi akan kami berikan,” kata dia kepada Katadata, Kamis (21/7).

Sebagai gambaran, investasi hulu migas pada semester I tahun ini hanya mencapai US$ 5,65 miliar. Nilainya menurun 27 persen dari realisasi investasi periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 7,74 miliar. (Baca: Investasi Hulu Migas Semester I-2016 Turun 27 Persen)

Berdasarkan kondisi tersebut, menurut Direktur Jenderal Migas I.G.N. Wiratmaja Puja, pemerintah memang perlu membuat terobosan agar investasi hulu migas di dalam negeri lebih menarik. Untuk itulah, Kementerian ESDM mengajukan revisi PP Nomor 79 tahun 2010 melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Menurut Wiratmaja, Kementerian ESDM sudah menghimpun usulan dari para pemangku kepentingan di sektor migas. Mulai dari Indonesia Petroleum Association (IPA), Komite Eksplorasi Nasional, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

Selanjutnya, draf revisi PP tersebut dibahas dengan Kementerian Koordinator Perekonomian. Pembahasannya akan melibatkan pula Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Wiratmaja menjelaskan, salah satu poin yang diusulkan adalah perubahan dalam perhitungan pendapatan dan biaya (ring fencing) dari Plan of Development (PoD) basis menjadi Blok Basis. Bahkan, untuk beberapa kasus khusus, perhitungannya berdasarkan National Basis. (Baca: Beri Insentif, Pemerintah Amandemen Kontrak Migas)

Direktur IPA Sammy Hamzah mengatakan, salah satu faktor penyebab turunnya investasi di sektor hulu migas adalah harga minyak yang belum stabil. Untuk itu perlu adanya insentif bagi para pelaku industri.

Menurut dia, salah satu yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan merevisi aturan mengenai cost recovery. “Permasalahan yang selama ini belum juga terselesaikan, apabila bisa diselesaikan itu sudah merupakan insentif tersendiri. Contohnya revisi PP Nomor 79 tahun 2010,” kata dia kepada Katadata, Kamis (21/7).

Sedangkan Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Majong mengatakan, dalam revisi aturan itu, pelaku usaha migas hulu menginginkan agar pemerintah kembali menerapkan prinsip assume and discharge untuk perpajakan atau pajak ditanggung pemerintah. Alasannya sebelum ada PP 79 tahun 2010, industri hulu migas juga memakai prinsip assume and discharge. 

Sebelum ada aturan itu, kontraktor migas harus membayar pajak langsung ke pemerintah dan langsung dikembalikan lagi. “Tapi sesudah ada PP 79, prosesnya muter-muter,” ujar dia. “Ini menahan arus kas kontraktor”. (Baca: Asosiasi Migas Usul Kerugian Negara Dihapus dari Aturan Cost Recovery)

Marjolijn juga mengusulkan agar pemerintah menghapus sejumlah pajak yang muncul setelah penerbitan PP 79. Sekadar informasi, sebelum ada peraturan pemerintah tersebut hanya ada pajak penghasilan dan pajak dividen atau Branch Profit Tax.