Serapan Gas untuk Domestik Masih di Bawah Nilai Kontrak

Arief Kamaludin|KATADATA
21/7/2016, 18.34 WIB

Hingga paruh pertama tahun ini, realisasi pemanfaatan gas bumi untuk domestik masih di bawah target. Dari nilai kontrak berjalan sebesar 4.617,39 miliar british thermal unit per hari (bbtud), realisasinya hanya mencapai 4.041,13 bbtud per 30 Juni 2016. Jadi, penyerapannya 12,5 persen di bawah target.

Mengacu data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pemanfaatan gas bumi untuk domestik akan diserap untuk elpiji domestik dan gas alam cair (LNG) domestik. Ada juga untuk transportasi berbahan Bakar Gas (BBG), gas kota, lifting minyak, industri, pupuk dan kelistrikan. (Baca: Aturan Terbit, Diskon Harga Gas Bumi Dinikmati Tujuh Industri)

Berdasarkan alokasi tersebut, hanya penyerapan elpiji dan LNG domestik yang sesuai dengan nilai kontrak. Nilai kontrak untuk elpiji domestik 170,63 bbtud sedangkan untuk LNG domestik 403,79 bbtud.

Sementara untuk transportasi Berbahan Bakar Gas (BBG), realisasinya hanya 3,78 bbtud atau jauh di bawah target yang sebesar 8,50 bbtud. Penyerapan gas kota juga hanya 3,13 bbtud, padahal targetnya 3,51 bbtud. Adapun realisasi lifting minyak cuma 206,20 bbtud, dengan target 321,05 bbtud.

Begitu pula dengan penyerapan industri sebesar 1.510,91 bbutd dari target sebesar 1.814,76 bbtud. Sedangkan penyerapan untuk pupuk sebesar 718,09 bbtud dari target 758,76 bbtud. Sektor kelistrikan juga baru mencapai 1.024,60 bbtud, dari target 1136,39 bbtud. (Baca: SKK Migas Sulit Cari Pembeli Domestik, Lifting Gas Diturunkan)

SKK Migas

Kepala Bagian Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus mengatakan, penyerapan gas untuk sektor kelistrikan masih di bawah nilai kontrak karena gas hanya digunakan sebagai pembangkit peaker oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Artinya, ketika mencapai beban puncak dan sumber bahan baku utama seperti air atau batubara bermasalah, baru pembangkit itu memakai gas.

Di sisi lain, sistem yang digunakan kebanyakan take or pay. Dengan sistem tersebut, PLN harus membayar kepada pemasok gas meski gas tersebut belum dipakai. Tapi pemasok harus siap setiap saat jika PLN membutuhkan gas.

Sistem ini digunakan dalam kontrak antara CNOOC dengan PLN. Dalam kontrak tersebut, CNOOC harus mengalirkan gas sebanyak 80 mmcsfd. Tapi realisasinya hanya 72 mmscfd. “Sejak tahun pertama produksi, yakni 2006. CNOOC menerima take or pay dari PLN itu US$ 86 juta,” kata dia, pekan lalu.

Selain itu, Taslim mengakui serapan untuk industri juga masih di bawah nilai kontrak. Dengan kondisi industri saat ini, penggunaan gas memang kurang menarik. Alhasil, beberapa industri mengurangi pengunaan gas, seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Tidak hanya untuk kebutuhan domestik, gas yang ada di Indonesia juga digunakan untuk LNG ekspor. Volume kontraknya mencapai 1.989,92 bbtud. Per 30 Juni lalu, kontrak itu telah terserap semuanya. (Baca: Jaringan Gas Rumah Tangga Hanya Dibangun di Kota Dekat Sumber Gas)

Ada juga untuk gas ekspor melalui pipa. Volume kontraknya sebesar 866,50 bbtud. Sementara realisasinya masih di bawah kontrak yakni 806,87 bbtud.

Sementara itu, PLN belum bisa berkomentar mengenai realisasi penyerapan gas tersebut. Hingga berita ini ditulis, Kepala Divisi Pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas PLN Chairani Rachmatullah belum membalas pesan Katadata melalui aplikasi WhatsApp