Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral akan mengubah formula harga minyak Indonesia (ICP). Untuk menetapkan ICP, pemerintah hendak menggunakan acuan Dated Brent.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan formulanya adalah harga minyak Brent ditambah Alpha. Besaran Alpha akan mengikuti spesifikasi jenis minyak.
Rencananya, formula ini diterapkan untuk menetapkan harga minyak bulan ini dan dievaluasi setiap bulannya. “Menteri sudah setuju. Juli ini sudah bisa diterapkan,” kata Wirat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 20 Juli 2016. (Baca: Bulan Depan, Pemerintah Pakai Formula Baru Harga Minyak).
Saat ini ICP masih menggunakan formula 50 persen dari RIM Intellegence Co dan sisanya dari Platts. Platts merupakan penyedia data harga energi dan informasi pasar energi global yang bermarkas di Singapura. Sementara RIM adalah lembaga independen pasar minyak pertama di Jepang, didirikan pada 1984. RIM yang berbasis di Tokyo dan Singapura.
Wirat mengatakan tujuan mengubah formula itu agar harga minyak Indonesia lebih realistis. Jika formula yang digunakan membuat harga minyak terlalu rendah, penerimaan bisa berkurang. Tapi kalau harga terlalu tinggi, tidak ada yang beli.
Sementara itu, Kepala Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus mengatakan selama ini ICP memang selalu di bawah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent. Padahal harga minyak Indonesia ini bisa di atas dua referensi harga minyak dunia tersebut agar harga ICP naik.
Dengan formula baru itu, Taslim mengatakan ICP bisa bersaing dengan WTI dan Brent. Sehingga bisa meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor minyak dan gas bumi. (Baca: Asumsi Minyak US$ 40, Penerimaan Negara Tambah Rp 3,3 Triliun).
Selain itu, formula harga baru juga diharapkan bisa menggairahkan industri hulu migas. “Berarti harga minyak lebih naik dan investasi akan lebih menarik," ujar dia dalam sarasehan media di Bandung, Selasa, 19 Juli 2016.
Anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha juga sepakat dengan keputusan pemerintah untuk mengubah formula harga ICP dengan acuan Brent. Pertimbangannya adalah produksi minyak di Indonesia saat ini. Formula baru ini pun diharapkan bisa meningkatkan produksi minyak.
Menurutnya, referensi Brent sudah mendekati harga minyak dunia secara umum. Apalagi harga tersebut sudah menjadi dasar pembentukan harga minyak sejak 1971 untuk hampir 40 persen nilai minyak di seluruh dunia saat ini.
Namun Satya menegaskan formula ini tidak otomatis meningkatkan pendapatan negara. “Pendapatan negara bisa naik bisa turun, tapi biasanya Brent itu di atas ICP berapa persen, kadang ICP bisa lebih tinggi dari pada Brent," ujar dia di Gedung DPR Jakarta, Rabu, 19 Juli 2016.
Untuk informasi, rata-rata harga minyak mentah Indonesia pada Juni lalu turun tipis 0,4 persen dari bulan sebelumnya menjadi US$ 44,50 per barel. Sedangkan ICP SLC juga turun US$ 3,82 menjadi US$ 45,64 per barel.
Padahal harga minyak jenis Brent di bursa ICE naik US$ 2,28 per barel menjadi US$ 49.93 per barel. Adapun harga WTI di bursa Nymex naik US$ 2,06 menjadi US$ 48,85 per barel. Begitu pula harga basket OPEC naik US$ 2,61 menjadi US$ 45,82 per barel. (Baca: Beda dengan Harga Minyak Dunia, ICP Juni Turun Jadi US$ 44,5).
Di sisi lain, dari awal tahun hingga Juni, rata-rata harga minyak mentah Indonesia hanya mencapai US$ 36,16 per barel. Masih di bawah target APBN-P 2016 yang ditetapkan sebesar US$40 per barel.