Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina (Persero) berunding bersama untuk menentukan insentif pengembangan Blok East Natuna. Tujuannya agar Pertamina bisa segera memproduksi blok minyak dan gas bumi di kawasan perbatasan negara tersebut.
Tenaga Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Bidang Minyak dan Gas Bumi Haposan Napitupulu mengatakan, Pertamina pernah mengusulkan kajian fiskal mengenai Blok East Natuna kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Namun, usulan itu tidak ditindaklanjuti karena harga minyak sempat jatuh.
"Jadi di sini pemerintah dan Pertamina bisa duduk bersama membahas insentif agar blok ini bisa dianggap ekonomis," kata Haposan dalam acara diskusi rencana pengembangan kawasan Natuna di kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Senin (18/7).
Menurut Haposan, insentif dibutuhkan karena eksplorasi cadangan Blok East Natuna perlu investasi besar. Pertimbangannya, sebagian besar kandungan produksi blok ini terdiri dari karbondioksida sehingga perlu investasi cukup besar untuk memisah gas tersebut.
(Baca: Menteri ESDM Tak Beri Insentif Khusus Blok Migas di Natuna)
Ia menghitung, sekitar 46 triliun kaki kubik dari total cadangan 222 triliun kaki kubik yang dapat dikomersialkan. Menurut Haposan, jumlahnya lebih besar ketimbang cadangan gas Blok Masela yang hanya 30 triliun kaki kubik. Karena itulah, Blok East Natuna harus dikembangkan meski memakan waktu yang lama. "Harusnya memang sudah diputuskan sejak 10 tahun lalu sehingga pembangunan sudah berjalan," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak akan memberikan insentif khusus untuk blok minyak dan gas bumi (migas) yang berada di Laut Natuna. Kalaupun nanti ada insentif yang bakal diberikan, itu juga berlaku untuk seluruh blok migas di Indonesia.
(Baca: Pemerintah Siapkan Insentif Agar Blok East Natuna Cepat Produksi)
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pihaknya tengah mencari skenario yang memungkinkan percepatan pengembangan kawasan Natuna. Salah satunya adalah menata aturan-aturan di sektor migas. Aturan yang ada saat ini akan ditata agar bisa menggairahkan sektor hulu migas secara keseluruhan.
“Jadi tidak bisa spesifik (insentif) berlaku bagi blok-blok yang ada di Natuna,” kata Sudirman, pekan lalu.
Menurut Sudirman, harga minyak yang rendah saat ini memang tidak terlalu menggembirakan bagi para pelaku industri hulu migas. Tapi, kondisi tersebut tidak boleh menurunkan kegiatan migas yang ada di kawasan Natuna.
Hal ini sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo. Yaitu menumbuhkan kegiatan dan perekonomian di kawasan Natuna, baik di sektor migas, maupun perikanan.
(Baca: Kementerian ESDM Percepat Kembangkan 10 Blok Migas di Natuna)
Sudirman menyatakan, jika kegiatan pembangunan sektor migas di kawasan Natuna semakin banyak maka itu dapat menjadi simbol kehadiran Indonesia di daerah perbatasan tersebut. Apalagi, kawasan Natuna ini berdekatan dengan Laut Cina Selatan yang saat ini menjadi wilayah sengketa sejumlah negara.
Untuk menindaklanjuti keinginan Presiden tersebut, Kementerian ESDM dan SKK Migas bahkan sudah mengadakan rapat koordinasi, Kamis (14/7) lalu. Rapat itu membahas upaya mendorong blok-blok yang telah eksplorasi agar secepatnya berproduksi. Sedangkan blok yang sudah berproduksi mesti dijaga kelangsungannya.