Bertebar Ladang Migas, Jokowi Akan Perkuat Keamanan Natuna

Sekretariat Kabinet
Presiden Joko Widodo bersama Menko Polhukam Luhut Panjaitan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di atas KRI Imam Bonjol 383 yang berlayar di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6).
Penulis: Safrezi Fitra
23/6/2016, 19.36 WIB

Pagi tadi Presiden Joko Widodo (Jokowi) berangkat ke Natuna. Sebagai daerah terdepan Indonesia, Jokowi ingin melihat langsung potensi perekonomian wilayah kaya migas dan sumber daya laut di Kepualuan Riau tersebut.

Presiden dan rombongan kabinet berangkat dari Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, sekitar pukul 8.00 pagi tadi. Setelah menempuh penerbangan selama dua jam pesawat mendarat di Pangkalan Udara TNI AU Ranai, Kepulauan Natuna.

Dari Ranai, Presiden Jokowi langsung menuju Dermaga Penagih untuk naik kapal menuju ke KRI Imam Bonjol–383 yang sedang patroli di perairan Natuna. Tiba di KRI Imam Bonjol, Jokowi disambut dengan upacara yang dipimpin komandan kapal Ali Setiandy. (Baca: Tembak Kapal Ikan, TNI Curigai Rencana Cina Perluas Wilayahnya)

Usai mengisi buku tamu, Presiden Jokowi langsung menuju ruang rapat untuk memimpin rapat terbatas (ratas) mengenai pengembangan potensi ekonomi Kepulauan Natuna. Berbeda dengan ratas kabinet yang biasanya dilakukan di Kantor Presiden, kali ini Jokowi menggelar rapat tersebut di kapal perang.

Kenapa Kapal Cina Incar Natuna? (Katadata)

"Saya minta kemampuan TNI dan Bakamla dalam menjaga laut harus lebih ditingkatkan, baik dalam hal kelengkapan teknologi radar maupun kesiapannya," ujar Presiden Joko Widodo dalam keterangan resminya saat rapat tersebut, Kamis (23/6).KRI Imam Bonjol-383 merupakan kapal perang yang menembak kapal Han Tan Cou. Kapal nelayan asal Cina ini ditangkap karena mencuri ikan di perairan Natuna pada 17 Juni lalu. KRI Imam Bonjol-383 membawa kapal ini menuju Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Ranai di Natuna, Kepulauan Riau. Penangkapan kapal tersebut sampai memicu protes pemerintah Cina dan meminta tujuh awak kapalnya dibebaskan.

Indonesia memang perlu meningkatkan keamanan di wilayah Natuna, mengingat kekayaan alam di daerah tersebut sangat besar. Potensi perikanannya, membuat kapal Cina seperti Han Tan Cou saja berani mencuri ikan di wilayah ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat di sekitar Kepulauan Natuna terdapat 16 blok migas. Terdiri dari 5 blok sudah berproduksi dan 11 blok masih dalam tahap eksplorasi.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan dalam rapat Jokowi menegaskan bahwa pengembangan Natuna harus menjadi prioritas utama pemerintah. Ini akan mendukung rencana pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Pengembangan ekonomi di wilayah Kepulauan Natuna dan sekitarnya akan difokuskan pada industri perikanan dan migas.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku sudah punya rencana pembangunan sentra kelautan dan perikanan secara terpadu di wilayah tersebut. "Selain pengembangan ekonomi di bidang perikanan dan juga migas, Panglima TNI tadi juga menyampaikan rencana pengembangan pertahanan di wilayah Natuna dan sekitarnya," kata Retno.

Kepulauan Natuna dianggap strategis karena merupakan wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Vietnam, dan Kamboja. Daerah ini juga menjadi jalur utama pelayaran laut dunia terutama bagi kapal-kapal yang hendak menuju Hongkong, Jepang, dan Korea. (Baca: Perpanjangan Blok Natuna, di Antara Kepentingan Amerika dan Cina)

Natuna sebagai salah satu wilayah perbatasan menjadi beranda terdepan Indonesia. Jokowi dalam beberapa kali kesempatan mengatakan bahwa setiap wilayah tersebut harus dibangun pos perbatasan dan pasar yang besar dan bagus.

Presiden juga menginginkan adanya infrastruktur jalan yang lebar. “Sebuah kebanggan nasionalisme, kita harus menunjukan bahwa ini adalah jendela kita, halaman muka kita. Ketika orang masuk ke Indonesia, mereka akan mengatakan ini negara besar," kata Jokowi saat berkunjung ke Entikong, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.