Tanpa Izin Dewan, DPR Anggap Pembentukan Holding Cacat Hukum

Donang Wahyu|KATADATA
gedung DPR
Penulis: Miftah Ardhian
2/6/2016, 17.00 WIB

Pemerintah sedang gencar mengegolkan pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara. Namun Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Azam Azman Natawijaya menegaskan agar rencana tersebut mesti dikonsultasikan dengan lembaganya.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kata Azam, disebutkan bahwa perubahan, penjualan, atau pemindahan asset negara yang melebihi Rp 100 miliar harus seizin Dewan. Oleh karena itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno diminta segera mengajukan persetujuan.

Karenanya, jika tidak meminta izin, rencana tersebut dinilai melanggar undang-undang. “Jangan sampai pembentukan holding ini menjadi cacat hukum,” kata Azman saat ditemui usai sidang paripurna, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 02 Juni 2016. (Baca: Bentuk Tim, Pertamina dan PGN Sinergikan Investasi).

Menurut Azam, Komisi Badan Usaha Negara DPR telah melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan para ahli. Mereka pun memiliki pandangan yang sama dengan DPR.

Seperti diketahui, pemerintah tengah menyusun Peraturan Pemerintah pembentukan holding, terutama terkait induk usaha energi yang akan dipimpin oleh PT Pertamina. Untuk mempersiapkan pembentukan holding ini, PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara telah membentuk tim gabungan. 

Direktur Utama Pertamina, Dwi Sucipto
(Arief Kamaludin|KATADATA)

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan masih menunggu proses yang sedang berjalan di pemerintah. Sembari menunggu proses selesai, Pertamina dan PGN sudah berkoordinasi. (Baca: Menteri Rini Putuskan PGN Akan Jadi Anak Usaha Pertamina).

Pada tahap awal, mulai tahun ini, Pertamina dan PGN akan bersinergi secara operasional lewat pemanfaatan aset dan investasi bersama. “Ini akan dilaksanakan bersama Deputi Menteri BUMN,” ujar Dwi Selasa lalu. Atas perkembangan ini, Menteri BUMN Rini Soemarno memang belum berdiskusi dan meminta persetujuan DPR.

Kementerian, kalau tidak ada izin, berarti menghindar dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Konsekuensinya pemerintah akan menjadi bagian yang kami permasalahkan karena mengeluarkan PP, yang melangkahi DPR,” ujar Azman.

Sebetulnya, dia setuju dengan pembentukan holding yang menjadikan Pertamina sebagai induk usaha. Sebab, akan menghilangkang tumpang tindih pembangunan infrastruktur gas yang kerap terjadi antara PGN dengan anak usaha Pertamina, Pertagas. Azman berharap terbentuknya holding membuat harga gas semakin murah.

Hal serupa disampaikan oleh Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Achsanul Qosasih. Selama induk usaha memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan efektif, Achsanul menjamin BPK akan mendukung rencana ini.  (Baca: Akuisisi PGN, Aset Pertamina Akan Bertambah Rp 100 Triliun)

Walaupun tidak terlibat dalam mekanisme pembentukan holding, BPK tetap akan memeriksa terhadap asset negara ini. “Apa yang kami periksa sebelum holding dan setelahnya itu tetap bagus. Nanti kami sampaikan,” ujar Achsanul.