Penurunan harga minyak mentah dunia, kini sekitar US$ 49 per barel, sangat berpengaruh dalam industri minyak dan gas bumi. Untuk mensiasati hal tersebut, ExxonMobil menyatakan hanya akan fokus menggarap Blok Cepu, di Bojonegoro daripada melakukan eksplorasi di daerah lain.
Vice President Public and Government Affair ExxonMobil Erwin Maryoto mengatakan perusahaannya masih menahan untuk melakukan kegiatan pencarian minyak dan gas di sejumlah daerah. “Kami masih fokus dalam Blok Cepu. Banyak potensi yang bisa dikembangkan di sana,” kata Erwin saat ditemui dalam acara Konvensi Asosiasi Industri Minyak dan Gas Bumi (IPA) ke-40 di Jakarta, Rabu, 26 Mei 2016.
ExxonMobil memang sedang mengkaji rencana peningkatan produksi minyak Blok Cepu hingga di atas jumlah produksi yang diizinkan oleh pemerintah. Rencana tersebut tentu bernilai strategis lantaran Blok Cepu menjadi andalan utama pemerintah dalam mengejar target produksi siap jual (lifting) minyak tahun ini. (Baca: SKK Migas Sebut Jokowi Akan Rayakan Puncak Produksi Blok Cepu).
Pada awal Mei ini, produksi minyak Blok Cepu mencapai 185 ribu barel per hari (bph). Volume ini melebihi target produksi puncak yang hanya 165 ribu barel per hari. Target itu tercatat dalam rencana pengembangan atau plan of development (POD) Lapangan Banyu Urip yang disetujui pemerintah pada 2005 lalu.
Namun ExxonMobil tidak bisa lagi memacu produksi Blok Cepu melebihi 185 ribu bph karena jumlah itu sesuai dengan persetujuan pemerintah dan tercantum dalam rencana kerja dan anggaran (WP&B) tahun ini. Padahal, menurut Erwin, cadangan minyak pada sumur-sumur Lapangan Banyu Urip mampu memproduksi lebih besar hingga 200 ribu bph.
Meskipun demikian, dia menyatakan tidak menutup kemungkinan bagi ExxonMobil untuk mengikuti lelang Wilayah Kerja (WK) yang telah dibuka pemerintah. Sebab, masih banyak potensi yang bisa dikembangkan di Indonesia. Namun, ExxonMobil masih mengevaluasi penawaran tersebut. (Baca: SKK Migas: Puncak Produksi Blok Cepu April 2016).
Perusahaan asal Amerika Serikat itu sedang mempelajari berbagai kemudahan yang ditawarkan pemerintah. Mereka menilai kemudahan itu, termasuk dalam paket kebijakan ekonomi, dinilai sebagai langkah positif untuk menggairahkan kembali industri migas dan meningkatkan iklim investasi.
Erwin mengatakan keringanan dalam bentuk kebijakan fiskal yang ditawarkan pemerintah merupakan salah satu insentif yang menjadi motor penggerak iklim usaha di Indonesia. Namun investor masih membutuhkan insentif lainnya mengingat ada perbedaan kesulitan di tiap wilayah. Melalui Konvensi Migas IPA, para investor menyuarakan harapan mereka agar industri minyak dan gas makin membaik. (Baca: Tahun Ini 13 Proyek Migas Mulai Beroperasi).