Rencana pengembangan Blok Masela terancam memakan waktu lebih lama lantaran Presiden Joko Widodo memutuskan skema pengolahan gas alam di darat (onshore). Inpex Corporation selaku kontraktor blok kaya gas di Laut Arafura itu pun disebut-sebut baru akan mengajukan revisi proposal rencana pengembangan atau plan of development (PoD) pada Juni 2019. Hal ini memicu reaksi penolakan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli.
Ia menilai, rencana pengajuan revisi proposal PoD Blok Masela tiga tahun lagi hanyalah keinginan sepihak dari Inpex. Padahal, perusahaan asal Jepang tersebut tidak bisa mengatur jadwal pengembangan Proyek Masela tanpa persetujuan pemerintah. "(Jadwal) itu kan maunya Inpex. Kita kan ingin supaya pembangunan ekonomi kita ini di-drive (disetir) oleh negara,” kata Rizal seusai rapat koordinasi pembentukan Komite Gabungan untuk Percepatan Pembangunan Blok Masela yang melibatkan beberapa kementerian terkait, di Jakarta, Rabu (11/5).
Ia mencontohkan komitmen Presiden dalam kasus reklamasi di Teluk Jakarta, yang harus dikendalikan oleh negara. Meski tetap mengakomodasi kepentingan semua pihak, termasuk investor seperti Inpex dalam hal pengembangan Blok Masela. "Tapi negara nge-drive. Jangan dibalik supaya manfaatnya lebih besar," ujar Rizal. (Baca: Rizal Ramli: Banyak yang Antre Kalau Inpex Kabur dari Masela)
Sebelumnya, Kepala Humas SKK Migas Taslim Yunus mengungkapkan, Inpex melalui surat resmi telah menyampaikan jadwal pengembangan Lapangan Abadi Blok Masela. Dalam jadwal tersebut, Inpex menyatakan akan mengajukan proposal PoD pada Juni 2019. Hal ini bersamaan dengan pengajuan perpanjangan kontrak Blok Masela yang akan habis pada 2028. (Baca: SKK Migas: Inpex Akan Ajukan Revisi PoD Masela di 2019)
Dengan jadwal tersebut, keputusan final investasi atau Final Investment Decision (FID) pengembangan Blok Masela baru akan dilakukan 2025. Jadwal ini mundur dari rencana awal yakni tahun 2018. Artinya jadwal produksi Blok Masela pun molor dari target yang sudah ditetapkan pada 2024.
Menurut Taslim, Inpex baru akan mengajukan proposal PoD tiga tahun lagi karena ada beberapa aspek yang harus dikaji. Mengingat ada perubahan desain dari pembangunan kilang di laut atau Floating Liquefied Natural Gas (FLNG) menjadi di darat. “Jadi Juni 2019 sudah selesai analisis dampak lingkungan dan studinya, ditambah perubahan kontrak,” ujarnya saat acara acara Focus Group Discussion IPA di Jakarta, Selasa (10/4).
Perubahan ini disebabkan proposal yang diajukan Inpex sebelumnya, ditolak oleh pemerintah. Dalam proposalnya, Inpex mengajukan rencana pengembangan gas Lapangan Abadi Blok Masela dengan membangun kilang terapung (Floating Liquefied Natural Gas/FLNG) di atas laut. (Baca: Ganti Skema Pengembangan, Inpex Pangkas Karyawan Blok Masela)
Sementara pada Maret lalu, Presiden memutuskan pengolahan gas Blok Masela menggunakan skema darat. Ada dua pertimbangan yang mendasari keputusan tersebut. Pertama, pemerintah ingin perekonomian daerah dan perekonomian nasional bisa terimbas dari adanya pembangunan proyek Blok Masela. Kedua, dengan proyek ini wilayah sekitar regional Maluku juga bisa ikut berkembang pembangunannya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menindaklanjuti keputusan ini melalui surat yang dikirimkan ke SKK Migas pada 31 Maret lalu. Dalam surat ini, kementerian meminta SKK Migas untuk terus berkoordinasi dengan kontraktor untuk mengubah rencana pengembangan lapangan, sesuai arahan Jokowi. SKK Migas pun meneruskan surat ini kepada kontraktor Blok Masela, yakni Inpex dan Shell pada awal April.