Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh kementerian dan lembaga untuk mengoptimalkan fungsi Badan Pusat Statistik (BPS). Mulai saat ini, hanya ada satu lembaga yang bertanggung jawab untuk mengurusi data, yaitu BPS.
Menurutnya selama ini banyak kesimpangsiuran dan ketidakakuratan sejumlah data dan informasi dari berbagai kementerian dan lembaga. Hal ini menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Padahal salah satu kunci suatu negara agar bisa memenangkan persaingan dan kompetisi global adalah memiliki data dan informasi yang strategis, akurat, dan berkualitas.
Data informasi yang nyata dan akurat akan memudahkan pemerintah dalam memformulasikan atau memutuskan kebijakan yang tepat. Sebaliknya, jika datanya minim dan tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya di lapangan, malah akan menyulitkan dalam mengambil keputusan.
Jokowi menceritakan pengalamannya sejak pertama kali menjabat sebagai Kepala Negara. Saat meminta data, misalnya mengenai kemiskinan, data yang diberikan ada berbagai macam versi. Data yang dipegang oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Badan Pusat Statistik berbeda-beda. Hal ini menyulitkannya dalam memformulasikan atau memutuskan kebijakan mengenai kemiskinan. (Baca: Ketimpangan Turun, Ekonomi Masih Dikuasai 20 Persen Penduduk)
Contoh lainnya adalah data mengenai produksi beras yang berbeda-beda dari sejumlah instansi. Akibatnya pemerintah kesulitan untuk memutuskan kebijakan apakah perlu impor beras atau tidak. Seharusnya, kata dia, data itu disampaikan secara nyata dan apa adanya dengan tegas. Apakah produksinya mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, atau malah defisit.
Harapannya, kondisi buruknya pengelolaan data dan informasi ini tidak terjadi lagi. Dia memerintahkan agar semua jajaran kementerian dan lembaga pemerintah mengoptimalkan fungsi BPS sebagai pusat data dan informasi. “Ini yang mulai sekarang, saya enggak mau lagi. Urusan data pegangannya hanya satu sekarang, di BPS,” ujar Jokowi dalam acara Pencanangan "Sensus Ekonomi 2016" dan Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Sensus Ekonomi 2016 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4).
Dia juga meminta agar kementerian dan lembaga fokus pada kerjanya masing-masing. Tidak lagi berorientasi pada proyek, apalagi proyek untuk mencari data dan informasi. Mulai sekarang proyek-proyek seperti itu harus disetop dan dialihkan kepada BPS yang memang merupakan tugas utama lembaga tersebut. (Baca: Sofyan Djalil: APBN Belum Efektif dan Efisien)
Meski demikian, Jokowi juga mengingatkan agar BPS bisa bekerja dengan benar, detil, dan akurat. Dia memastikan akan ada keputusan yang dilakukannya jika data itu tidak sama dengan yang ada di lapangan. "Kalau enggak benar juga hati-hati, saya crosscheck (periksa kembali). Entah ambil sampelnya, entah pencarian di lapangannya tidak serius, akan ada keputusan yang lain," katanya.
Kepala BPS Suryamin mengatakan permintaan Jokowi untuk membuat BPS sebagai satu-satunya acuan data pemerintah telah diungkapkan dalam sidang kabinet beberapa waktu lalu. Setiap informasi dan data yang dibutuhkan kementerian dan lembaga harus mengacu pada BPS. “Jadi kementerian dan lembaga lain yang punya riset kecil-kecil itu nanti kami yang jalankan mulai sekarang,” ujar Suryamin.
Selama ini BPS hanya melakukan survei dan pengumpulan data yang bersifat umum. Sementara data yang kecil dan sifatnya sektoral memang tidak dilakukan. Namun, BPS hanya memiliki data hasil survei yang sifatnya umum dan cakupannya luas. Sementara untuk data sektoral dan yang lebih spesifik biasanya dikerjakan oleh masing-masing kementerian.
BPS akan melaksanakan Sensus Ekonomi 2016 pada 1-31 Mei mendatang. Tujuannya untuk mengetahui kondisi ekonomi nasional dan memetakan potensi, daya saing, produktivitas, dan juga kekuatan industri mikro dan makro. Hasilnya diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat demi peningkatan perekonomian nasional. Sensus ini akan melibatkan 340 ribu petugas di 81.789 desa dan kelurahan seluruh Indonesia. Jokowi mengimbau seluruh kementerian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah untuk memberikan dukungan penuh terhadap keberhasilan survei ini. (Baca: BPS Gunakan Rp 2,4 Triliun Gelar Sensus Ekonomi 2016)