Peningkatan kapasitas kilang milik PT Pertamina (Persero) ternyata membawa dampak terhadap impor minyak mentah. Badan Pusat Statitistik (BPS) mencatat sepanjang Maret 2016, terjadi lonjakan impor minyak mentah hampir dua kali lipat.

Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan sejak tahun lalu kapasitas kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah meningkat. Peningkatan ini seiring dengan mulai beroperasinya fasilitas Residual Fuel Catalytic Cracking (RFCC). Sebelumnya, produksi Premium dari kilang Cilacap sebanyak 61.000 barel per hari. Dengan beroperasinya RFCC, produksi dari Kilang Cilacap akan menjadi 91.000 barel per hari atau naik 30.000 barel per hari.

Dengan fasilitas RFCC, Kilang Cilacap bisa memproduksi bensin oktan tinggi atau HOMC (High Octane Mogas Component) sekitar 37.000 barel per hari. Sebelumnya Kilang Cilacap belum mampu memproduksi produk ini. Produksi HOMC tersebut, sebagian besarnya diproses lebih lanjut untuk diproduksikan menjadi Premium. Selain memproduksi HOMC, RFCC Cilacap juga akan meningkatkan produksi LPG dari Kilang Cilacap menjadi 1.066 ton per hari dan produk baru propylene sebanyak 430 ton per hari.

Selain penambahan kapasitas Kilang Cilacap, Pertamina menjadi pemegang saham terbesar dan pengendali di Kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Dengan begitu Pertamina bisa mulai mengoperasikan kilang yang berada di Tuban, Jawa Timur tersebut. Kapasitas Kilang TPPI dapat menghasilkan Premium sekitar 61.000 barel per hari atau sekitar 22,27 juta barel per tahun. (Baca: Kilang TPPI Beroperasi, Pertamina Bisa Hemat Dolar 15 Persen)

Penambahan kapasitas Kilang Cilacap dan mulai beroperasinya Kilang TPPI membuat kebutuhan minyak mentah untuk memasok bahan baku kilang tersebut juga meningkat. Karena bertambahnya kapasitas kilang tidak tidak diimbangi oleh peningkatan produksi minyak mentah dalam negeri.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak Januari hingga 5 April lalu, rata-rata lifting minyak telah mencapai 836 ribu barel per hari (bph). Angka ini memang lebih tinggi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang ditetapkan 830.000 bph.  

Meski begitu, menurut Bambang produksi tersebut masih tidak mencukupi kebutuhan kilang yang mencapai satu juta barel per hari. Hal inilah yang menjadi penyebab impor minyak mentah melonjak. “Kalau produksi dalam negerinya tidak naik, tapi kapasitasnya naik, kan impornya bertambah,” kata dia kepada Katadata, akhir pekan lalu. (Baca: Impor BBM Bisa Teratasi Dengan Menghilangkan Pemburu Rente)  

BPS mencatat, volume impor minyak mentah pada Maret 2016 mencapai 2,19 juta ton. Dibandingkan Februari 2016, volume impor ini melonjak 71,60 persen. Sementara Dibandingkan periode Maret tahun lalu, kenaikannya sebesar 15,46 persen.

Untuk mengurangi volume impor, Bambang mengatakan Pertamina terus berusaha meningkatkan produksi dalam ataupun luar negeri. “Pertamina bisa ekspansi keluar negeri, untuk hulunya. Sehingga crude (minyak mentah) Pertaminanya sendiri yang masuk (ke kilang),” ujarnya.

Tidak hanya dari sisi volume, nilai impor minyak mentah juga mengalami peningkatan. Maret 2016, impor minyak mentah mencapai US$ 622,3 juta. Dibandingkan bulan sebelumnya meningkat 91,48 persen. Namun dibandingkan periode yang sama, tahun berikutnya nilai impor minyak mentah menurun 27,50 persen. (Baca: Pertamina Incar Minyak Murah dari 7 Negara)

Kenaikan nilai impor minyak ini, menurut Bambang dipengaruhi fluktuasi harga minyak mentah. Dikutip dari situs negara pengekspor minyak atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), harga minyak Maret 2016 memang tercatat lebih mahal. Harganya mencapai US$ 34,64 per barel, dibandingkan Februari 2016 yang hanya US$ 28,72 per barel. Sementara Maret tahun lalu, harga minyak dunia mencapai US$ 52,46 per barel.