Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said resmi melantik Marzuki Daham sebagai Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Pelantikan ini merupakan langkah awal terbentuknya organisasi BPMA, yang akan mengelola sumber daya minyak dan gas bumi di Nangroe Aceh Darusalam.
Menurut Sudirman, terpilihnya Marzuki Daham sebagai Kepala BPMA telah melalui seleksi yang ketat, baik oleh Gubernur Aceh maupun Panitia Seleksi dari Kementerian ESDM. "Pemilihan Kepala BPMA telah melalui proses yang cukup panjang, dari tahap seleksi yang dilakukan oleh Gubernur Aceh dan seleksi yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Kementerian ESDM," saat pelantikan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (11/4). (Baca: Beda Aturan Baru Tata Kelola Hulu Migas di Aceh)
Marzuki memang tidak asing dengan dunia migas. Dia pernah bekerja untuk PT PGN LNG Indonesia sebagai VP Commercial and LNG Shipping sejak 2013. Sebelumnya dia juga pernah bekerja sebagai LNG Contract Management Chevron dan koordinator LNG Shipping and Schedulling di ExxonMobil.
Untuk menjaga stabilitas produksi dan operasi serta rencana kegiatan kontraktor migas di Aceh, Sudirman berharap Kepala BPMA bisa langsung berkoordinasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Terutama dalam hal mengatur masa peralihan kewenangan pengelolaan kontraktor di Aceh. Nantinya, semua hak, kewajiban dan akibat yang timbul dari Perjanjian Kontrak Bagi Hasil Migas antara SKK Migas dan kontraktor yang berlokasi di Aceh dan Kontrak lainnya yang terkait dialihkan kepada BPMA.
Sudirman juga mengingatkan Kepala BPMA segera menyiapkan perangkat yang diperlukan. Seperti organisasi Badan Pengelola Migas Aceh, perencanaan anggaran, dan personalia disamping tugas-tugas lain yang memang juga perlu dilakukan dengan cepat. Apalagi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh mengamanatkan penyelesaian penataan organisasi BPMA dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun yaitu 4 Mei 2016.
Menteri ESDM juga akan menerbitkan Peraturan Menteri agar BPMA dan Kementerian ESDM dapat lebih bersinergi. Ada tujuh poin yang akan diatur. Pertama, Menteri ESDM tetap menentukan target jumlah produksi migas dari wilayah kerja yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh. Kedua, lifting di Aceh. (Baca: Sesuai Kesepakatan Damai, Aceh Boleh Kelola Migas di Wilayahnya)
Ketiga, tata cara penjualan produksi migas atas pengelolaan bersama dari wilayah kerja yang berada di darat dan laut wilayah Aceh. Keempat, pengembalian biaya operasi atau cost recovery dalam hal bentuk kontrak kerja bagi hasil. Kelima, penetapan bagi hasil migas dari masing- masing wilayah kerja yang akan ditawarkan berdasarkan aspek teknis dan ekonomis. Keenam, alokasi dan pemanfaatan produksi migas. Ketujuh, rencana pengembangan lingkungan dan masyarakat terkait dengan pelaksanaan Kontrak kersama dari masing-masing wilayah kerja.
Di tempat yang sama, Marzuki mengatakan saat ini akan fokus pada masa transisi tugas dan wewenang dari SKK Migas ke BPMA. Dalam PP Nomor 23 Tahun 2015, Pemerintah pusat memberikan waktu selama 6 bulan bagi BPMA untuk menyelesaikan proses transisi. Badan ini nantinya terdiri dari lima unit kerja dan masing-masing unit kerja membawahi paling banyak 3 sub unit kerja. Menurut Marzuki ada sekitar 20 orang yang akan terlibat mengisi posisi unit-unit tersebut dengan terlebih dahulu menyeleksi calon pekerjanya. Meski tidak tertutup kemungkinan warga di luar Aceh, dalam perekrutan nanti, dia akan memprioritaskan warga lokal.
Setelah efektif, dia menginginkan cadangan migas Aceh kembali dieksplorasi seperti masa kejayaan Blok Arun puluhan tahun lalu, sehingga akan berdampak besar bagi perekonomian daerah. Sebab blok-blok yang kini masih dioperasikan kontraktor di wilayah Aceh identik dengan blok yang cadangan migasnya mulai berkurang, sehingga dibutuhkan eskplorasi baru. "Misalnya Blok NSO," kata dia. (Baca: Aceh Merasa Diabaikan Dalam Proses Akuisisi Blok B dan NSO)
Dari data Kementerian ESDM ada beberapa blok migas di Aceh yang kini sudah mulai beroperasi, diantaranya blok Krueng Mane yang dioperatori ENI Krueng Mane Ltd, Blok Pase yang dikelola oleh Triangle Pase Inc, Blok A Aceh yang dikelola oleh Medco Energi. Ada juga blok B dan NSO yang kini dikelola oleh Pertamina setelah diakuisisi dari ExxonMobil.