KATADATA - Pemerintah belum bisa memutuskan insentif apa yang akan diberikan kepada Inpex Corporation dalam menindaklanjuti rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) Blok Masela. Pasalnya Inpex belum mengajukan usulan insentif apa saja yang diinginkan.

Kepala Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Biantoro mengakui perlunya insentif bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Insentif bertujuan untuk menggairahkan iklim investasi migas, mengingat pengelolaan wilayah kerja migas memiliki risiko tinggi. (Baca: Tak Akan Hengkang, Inpex Disebut Minta Insentif di Blok Masela)

Selama ini pemerintah memberikan insentif kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sesuai dengan kriteria lapangan migas yang dikelola kontraktor. Ada beberapa insentif yang dijelaskan Elan, misalnya pembebasan kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri atau Domestik Market Obligation (DMO) holiday.

Bisa juga dengan pemberian Investment Credit (IC) atau hak untuk meminta ganti rugi kepada pemerintah dengan persentase tertentu, atas nilai investasi yang berhubungan langsung dengan pembangunan fasilitas produksi. Inpex sudah pernah mengajukan insentif IC untuk Blok Masela. Usulan ini baru akan didiskusikan dengan SKK Migas.

"Ditambah lagi beberapa (insentif) yang dari rekomendasi Komite Eksplorasi Nasional (KEN). Mengenai banyak hal, mengenai pajak juga split (pembagian hasil)," ujar Elan kepada Katadata, Senin (28/3). (Baca: Rizal Ramli: Banyak yang Antri Kalau Inpex Kabur dari Masela)

Menurut Elan, SKK Migas sudah memiliki acuan insentif yang dibutuhkan untuk Blok Masela. Daftar insentif ini mengacu pada penghitungan aspek evaluasi bawah tanah (subsurface) dan permukaan (surface). Masalahnya, lembaga ini tidak punya kewenangan untuk memutuskan insentif tersebut. Daftar ini pun telah disampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menurut Elan, selama ini Inpex telah melakukan banyak pengeluaran sekitar US$ 2 Miliar sebagai sunk cost atau biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak dapat diganti selama proses eksplorasi. Keputusan pemerintah mengubah konsep FLNG menjadi OLNG dianggap akan menambah biaya yang akan dikeluarkan Inpex. Biaya seismik dan pengeboran sumur eksplorasi laut dalam di Masela bisa memakan dana sekitar US$ 100 juta.

"Semua ini kan biaya sunk cost bukan biaya investasinya, investasi akan besar lagi kalau mereka lakukan pengembangan lapangan," kata dia. Inpex hanya akan mendapat pemulihan biaya operasi (cost recovery) ketika PoD sudah disetujui oleh pemerintah. (Baca Opini: Melangkah Setelah Keputusan Presiden soal Masela)

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan saat ini pemerintah masih mengkaji wacana pemberian insentif kepada kontraktor blok Masela. Bisa saja insentifnya bisa berupa perubahan jatah bagi hasil pemerintah dalam blok migas tersebut. "(Split pemerintah) bisa naik bisa kurang, nanti lah kita jalan dulu," ujar dia di Gedung Direktorat Ketenagalistrikan Jakarta, Senin (28/3).

Berdasarkan laporan Poten yang diperoleh Katadata, insentif diperlukan berhubung skema kilang darat atau onshore (OLNG) tidak mencapai tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) sebesar 12 persen yang dijadikan patokan kelayakan proyek LNG. Poten disewa oleh SKK Migas untuk melakukan kajian independen atas rencana pengembangan Blok Masela.

Dari hasil penghitungan Poten, hanya skema kilang terapung atau offshore (FLNG) yang bisa mencapai IRR sebesar 12,1 persen. Sedangkan untuk skala produksi LNG yang sama (7,5 mtpa), skema onshore di Tanimbar dan Aru hanya menghasilkan IRR masing-masing sebesar 10,6 persen dan 9,6 persen. (Baca: Pertamina Dapat Izin Mengakses Ruang Data Blok Masela)

Menurut kajian Poten, insentif yang diberikan bisa berbentuk pembebasan pajak (tax holiday) dan kenaikan porsi bagi hasil (profit production share) jatah kontraktor. Untuk mencapai IRR 12 persen, Onshore di Tanimbar diperkirakan perlu tax holiday selama delapan tahun. Sedangkan untuk Onshore di Aru perlu tax holiday 10 tahun plus profit production share sebesar 89 persen untuk kontraktor.

Jika dinominalkan, maka total besaran insentif fiskal yang akan dinikmati oleh kontraktor sebesar US$ 1,03 miliar untuk onshore di Tanimbar dan US$ 1,97 miliar untuk onhore di Aru. Dengan adanya tambahan beban ini, otomatis penerimaan negara akan berkurang. Dibandingkan skema Offshore yang bebannya mencapai $ 88 miliar, berkurang menjadi hanya sekitar US$ 79 juta untuk Onshore di Tanimbar dan US$ 72 miliar untuk Onshore di Aru.

Reporter: Anggita Rezki Amelia