Menteri Sudirman: Harga Premium Bisa Turun Rp 800-1.000

Menteri ESDM Sudirman Said
Penulis: Arnold Sirait
16/3/2016, 17.40 WIB

KATADATA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji harga baru bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar, yang akan mulai berlaku awal April nanti. Peluang penurunan harga Premium terbuka lebar di tengah masih rendahnya harga minyak dunia dan penguatan mata uang rupiah dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, Menteri ESDM Sudirman Said memperkirakan, nilai penuruhan harga Premium cukup besar.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 tahun 2015, penetapan harga BBM jenis tertentu yakni minyak tanah dan Solar dilakukan setiap tiga bulan sekali. Termasuk harga BBM khusus penugasan, yakni Premium untuk luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Untuk bulan April ini, Sudirman memastikan harga BBM akan lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.

"Penurunannya sangat signifikan. Premium mungkin turun Rp 800 sampai Rp 1.000 per liter,” kata dia kepada Katadata, Rabu (16/3). Sejak awal Januari lalu, harga Premium untuk luar Jamali sebesar Rp 6.950 per liter. Artinya, harga Premium pada awal bulan depan bisa turun sampai menjadi Rp 5.950 per liter pada awal bulan depan.

(Baca: Pertamina Bisa Turunkan Harga Premium di Bawah Rp 5.000)

Menurut dua, penurunan harga Premium dilakukan setiap tiga bulan untuk menjaga kestabilan ekonomi. Pasalnya, perubahan harga BBM biasanya berdampak pada kestabilan harga barang-barang. Dengan evaluasi setiap tiga bulan, masyarakat dan pelaku usaha dapat lebih mempersiapkan perubahan harga BBM.

Meski harga minyak saat ini anjlok, pemerintah tidak mau gegabah memangkas harga BBM. Sebab, sewaktu-waktu harga minyak dunia bisa kembali naik. Padahal, penurunan harga BBM selama ini tidak otomatis mengerek harga barang-barang lain. Sebaliknya, jika harga BBM naik maka harga barang akan langsung melambung. “Kenaikan (harga) sedikit apapun, yang jadi paling korban adalah orang-orang bawah. Ini juga memerlukan kearifan,” ujar Sudirman.

(Baca: Ini Dampak Positif Evaluasi Harga BBM Tiap Tiga Bulan)

Dalam rapat tertutup Panitia Kerja Minyak dan Gas Bumi Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan manajemen Pertamina, Kamis dua pekan lalu (3/3), Wakil Ketua Komisi VII DPR Mulyadi mengungkapkan, manajemen Pertamina menjelaskan adanya peluang menurunkan harga Premium pada April mendatang. Peluang penurunan harganya sangat besar. "Tadi sudah disampaikan oleh Ahmad Bambang sebagai Direktur Pemasaran Pertamina. Mengacu pada formula yang dia gunakan itu turunnya menjadi sekitar Rp 4.800 per liter," katanya.

Menanggapi pernyataan tersebut, Bambang membenarkan rencana perubahan harga BBM jenis Premium. "Pasti, harga premium pasti turun," katanya. Namun, dia enggan menjelaskan besaran penurunan harga BBM.

Di dalam rapat tertutup tersebut, menurut Bambang, juga belum ada keputusan final terkait harga jual Premium pada April mendatang. Ia hanya menegaskan, harga Premium bisa turun di bawah Rp 5.000 dengan satu syarat. "Bisa saja, kalau harga (minyak) rendah terus."

(Baca: Harga Kemahalan, Pemerintah Diminta Buka Formula Harga BBM)

Di tengah rendahnya harga minyak dunia, banyak pihak memang menyoroti masih tingginya harga BBM, khususnya Premium saat ini. Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Inas Nasrullah Zubir menganggap Pertamina mengambil untung terlalu banyak di tengah penurunan harga minyak mentah dunia. Tidak hanya Inas, ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri juga menilai harga Premium di Indonesia terlalu mahal dibandingkan negara lain, seperti Malaysia dan Amerika Serikat. Untuk itu, dia meminta pemerintah dan PT Pertamina (Persero) transparan dalam menghitung formula harga BBM.

Namun, Sudirman melihat tidak masuk akal jika ada pihak yang membandingkan harga BBM di Indonesia dengan negara lain, seperti Malaysia. Dari segi luas wilayah, Malaysia dengan Indonesia tidak sebanding. Dengan karakteristik negara kepulauan yang lebih luas, Pertamina akan membutuhkan biaya lebih besar untuk mendistribusikan BBM ke seluruh Indonesia. “Jadi itu tidak fair,” ujar dia.

Reporter: Arnold Sirait