KATADATA - Suara para menteri di dalam Kabinet Kerja masih terbelah soal skema pengembangan Blok Masela yang akan dijalankan oleh Inpex dan Shell. Namun, mayoritas anggota kabinet kini sudah lebih condong memilih opsi skema pengolahan gas alam cair di laut (Floating LNG), ketimbang di darat (Onshore LNG).
Perbedaan pandangan tentang kedua opsi untuk mengembangkan blok di Laut Arafuru, Malaku, itu memang cukup tajam. Awalnya, opsi laut terutama disokong oleh Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli bersuara sebaliknya, yang lebih memilih opsi darat.
Namun, dalam perkembangannya, opsi laut juga mendapat dukungan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sedangkan kajian Darmawan Prasodjo dari Kantor Staf Kepresidenan menyokong opsi darat, yang juga didukung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan.
Menurut sumber Katadata di pemerintahan, salah satu alasan yang disuarakan Rizal Ramli bahwa opsi darat memberikan manfaat lebih besar untuk rakyat Maluku, semula memang membuat sejumlah menteri lain lebih condong pada opsi tersebut. Namun, belakangan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Kepala Bappenas Sofyan Djalil berbalik arah mendukung opsi pengembangan Blok Masela di laut.
“Ini setelah para menteri dan pemerintah daerah mendapat penjelasan bahwa dana yang bisa diraup negara dari FLNG lebih besar, dan adanya konsep pengembangan kawasan Maluku yang terencana dari dana tersebut,” ujar sumber tersebut, beberapa hari lalu.
Saat dikonfirmasi, Menteri Keuangan menolak mengomentari soal Blok Masela dan dukungannya terhadap skema offshore. “Bukan kompetensi saya untuk menjawab itu,” katanya di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Senin (29/2). Padahal, Menteri Bambang sempat menguatarakan pendapatnya pada akhir Januari lalu. “Saya hanya memberi pendapat, kalau mau onshore bagus," katanya, merujuk rapat terbatas kabinet yang membahas Blok Masela pertama kali, 29 Desember 2015.
(Baca: Bantah Klaim Rizal Ramli, Jokowi: Belum Ada Putusan Blok Masela)
Sementara itu, di tempat yang sama, Luhut tidak menggubris pertanyaan mengenai Blok Masela. Begitu pula dengan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, yang tidak merespons pertanyaan mengenai perubahan peta dukungan di kabinet. “Kita tunggu tanggal mainnya saja,” katanya.
Sebelumnya, Jusuf Kalla menyatakan, pemerintah memerlukan waktu dan bersikap hati-hati dalam memutuskan skema terbaik Blok Masela. “Kami menunggu hari yang baik,” katanya, Kamis pekan lalu (25/2). Namun, dia enggan menyebutkan skema apa yang akan dipilih oleh pemerintah. Ketika dikonfirmasi perihal pernyataannya dalam sebuah acara di TV One beberapa hari lalu bahwa skema terbaik untuk Blok Masela adalah offshore, Kalla tidak membantah hal tersebut. "Sekarang lagi akan diambil keputusan."
(Baca: Pemerintah Bentuk Badan Percepatan Pembangunan Blok Masela)
Adapun Sofyan Djalil, hingga berita ini ditulis belum bisa dimintai konfirmasinya. Namun, saat menghadiri acara penandatanganan kontrak proyek di Kementerian ESDM, Senin (29/2), Presiden Joko Widodo menyatakan telah menugaskan Menteri ESDM dan Kepala Bappenas untuk menyusun desain program pengembangan masyarakat di kawasan Maluku sehingga merasakan manfaat dari keberadaan Proyek Masela.
Di tempat yang sama, Sudirman mengatakan akan membentuk badan pelaksana percepatan pembangunan di Maluku. Rencana ini mengacu kepada hasil kajian yang dilakukan oleh lembaga internasional, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan beberapa universitas ternama seperti Universitas Indonesia mengenai skema terbaik untuk pengembangan Blok Masela.
Dengan skema pengolahan di laut (offshore), ada dana sekitar Rp 5 triliun yang bisa disisihkan setiap tahun. Dana penghematan inilah yang akan dikelola oleh Badan Pelaksana Percepatan Pembangunan untuk pengembangan wilayah Maluku, yang merupakan lokasi Blok Masela.