KATADATA - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan besaran dana bonus tanda tangan (signature bonus) Blok Mahakam. Komisi DPR yang membawahi bidang energi ini menilai besaran bonus tanda tangan yang harus dibayarkan PT Pertamina (Persero) tersebut kemahalan. Padahal, Pertamina merupakan perusahaan negara yang diberikan hak istimewa oleh pemerintah mengelola Blok Mahakam pasca berakhirnya masa kontrak tahun 2017 mendatang.
Anggota Komisi VII DPR Harry Purnomo mengatakan, sebaiknya Pertamina tidak dibebani bonus tanda tangan sebesar US$ 41 juta atau sekitar Rp 565,8 miliar seperti ketetapan pemerintah pada akhir tahun lalu. Sebagai perusahaan BUMN, perlakuan pemerintah terhadap Pertamina seharusnya berbeda dengan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) minyak dan gas bumi lainnya.
Karena itulah, ke depan, Harry meminta agar penetapan bonus tanda tangan kepada Pertamina perlu dikaji ulang. “Kok dikenakan ke BUMN, kok kepada KKKS lain sah-sah saja, lalu (signature bonus) yang masuk ke Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) ini bagaimana pertanggungjawabannya?" kata anggota Partai Gerindra ini dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Sudirman Said di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (25/1).
Menanggapi pertanyaan tersebut, Sudirman menegaskan pemerintah tidak sewenang-wenang memanfaatkan dana bonus tanda tangan yang didapat dari Pertamina. "Angka ini merupakan kesepakatan Pertamina dan kami," katanya. Dana itu mengalir ke kas negara melalui rekening Kementerian Keuangan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas.
Selain itu, pembayaran bonus tanda tangan tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Migas Nomor 22 tahun 2001. Bonus tanda tangan itu merupakan sebuah tanda komitmen investor baru untuk bersungguh-sungguh mengelola suatu wilayah kerja.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, perhitungan bonus tanda tangan sepenuhnya diatur oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Perhitungannya mengacu kepada hasil revaluasi aset Blok Mahakam. “Untuk bonus tanda tangan itu ada 1 persen dari sisa cadangan di Mahakam, yang dievaluasi oleh SKK Migas," katanya. Agar lebih transparan, Kementerian ESDM akan menyerahkan surat Kementerian ESDM mengenai bonus tanda tangan Blok Mahakam tersebut kepada Komisi VII DPR.
(Baca: Pemerintah Dapat Bagi Hasil Gas di Blok Mahakam Minimal 65 Persen)
Seperti diketahui, pemerintah telah menunjuk Pertamina sebagai pengelola Blok Mahakam, pasca berakhirnya kontrak pengelolaan blok itu oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation pada 31 Desember 2017. Sebagai operator baru, Pertamina dapat bermitra dengan Total dan Inpex dalam mengelola blok itu dengan porsi saham maksimal 30 persen.
Selain itu, pemerintah dan Pertamina telah menyepakati besaran bagi hasil Blok Mahakam pada 16 Desember 2015. Bagi hasilnya menggunakan skema range dynamic split revenue contractor over cost (R/C). Yaitu, rasio bagi hasil bersifat dinamis karena tergantung oleh penerimaan dan biaya produksi blok tersebut. Jika rasio penerimaan terhadap biaya produksinya lebih besar maka bagi hasil yang diperoleh pemerintah ikut naik. Sebaliknya, rasio bagi hasil yang diterima kontraktor kontrak kerjasama migas (KKKS), dalam hal ini Pertamina sebagai operator, turut mengecil.
(Baca: Pertama Kalinya, Pemerintah Pakai Skema Baru Bagi Hasil Blok Mahakam)
Dengan kandungan gas yang lebih besar ketimbang minyak di Blok Mahakam, pemerintah minimal mendapatkan porsi 65 persen dari hasil produksi gas jika rasio penerimaannya di bawah satu kali dari biaya produksi. Sisanya untuk kontraktor. Sementara bagi hasil terbesar yang bisa didapat pemerintah adalah 75 persen jika rasio penerimaannya di atas 1,6 kali dari biaya produksi.
Untuk minyak, pemerintah akan mendapatkanbagi hasil minimal sebesar 80 persen, sisanya untuk kontraktor. Sedangkan bagi hasil maksimal yang bisa didapat pemerintah dari produksi minyak Blok Mahakam sebesar 90 persen.
Sebagai kompensasinya, Pertamina membayar bonus tanda tangan kepada pemerintah sebesar US$ 41 juta, yang merupakan Signature Bonus terbesar selama ini. Adapun berdasarkan hasil perhitungan tersebut, nilai aset Blok Mahakam per Desember 2015 sebesar US$ 4,79 miliar atau sekitar Rp 66,5 triliun. Nilainya akan kembali menyusut pada saat blok migas ini dipegang PT Pertamina (Persero) pada 2018 menjadi US$ 1,34 miliar atau Rp 18,7 triliun.