KATADATA - Walau pemerintah telah menurunkan harga bahan bakar minyak pada 5 Januari lalu, namun keputusan tersebut masih menimbulkan pertanyaan. Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai harga BBM jenis Premium saat ini masih terlalu tinggi.
Agar lebih terang bagaimana menentukan tarif sumber energi tersebut, mantan Ketua Tim Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi ini menyarankan PT Pertamina menggelar keterbukaan informasi. Sebab, kebijakan tersebut dalam menentukan harga BBM masih sangat minim. “Buka semua perhitungannya supaya kita tahu. Ngomong (tidak untung) tapi tidak transparan,” kata Faisal saat ditemui di Gedung PLN, Jakarta, Jumat, 22 Januari 2016. (Baca: Untung Besar, Pertamina Diminta Turunkan Harga BBM Premium).
Menurutnya, harga premium sekarang tidak wajar. Misalnya, Faisal membandingkan, harga bensin Research Octane Number (RON) 95, yang setara Pertamax, di Malaysia hanya dihargai Rp 5.900 per liter. Dengan nilai yang sama, di Indonesia hanya bisa mendapatkan bensin jenis Premium dengan RON 88 seharga Rp 6.950 di luar Jawa, Madura, dan Bali. Adapun di tiga wilayah itu, Premium dijual Rp 7.050.
Kejanggalan tersebut terkait dengan keuntungan yang diperoleh dari harga BBM. “Kalau pun Pertamina untung, itu tidak boleh dipake Pertamina untuk jenis Premium dan Solar. Itu hak pemerintah. Karena Pertamina sudah dapat margin dari harga BBM,” ujarnya. “Nah kalau ada keuntungan lagi itu harus dikembalikan ke pemerintah. Itu yang tidak jelas mekanismenya.”
Untuk itu, Faisal menyarankan agar semua perhitungan penentuan harga BBM dibuka seluas-luasnya agar bisa menjadi konsumsi publik. Sebab, beberapa negara pun melakukan langkah tersebut. Dia memberi contoh Australia, Malaysia, Thailand, yang memaparkan semua komponen pembentuk harga BBM termasuk biaya tempat penyimpanan atau storage, distribusi, dan margin keuntungan.
Tetapi Faisal juga menjelaskan penentuan harga bukan wewenang Pertamina. Yang membuat formula perhitungan harga adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Oleh karena itu, Faisal berharap Kementerian energi bisa mempertanggungjawabkan terkait harga BBM tersebut.
Sebelumnya, Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan penentuan harga Premium merupakan kewenangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi. Namun, tarif tersebut sesuai dengan perhitungan Pertamina, tanpa menimbang keuntungan. (Baca: Pertamina Klaim Tak Dapat Untung dari Harga Premium).
Menurut Ahmad, harga Premium yang ditetapkan pemerintah berada pas di titik ekonomis. Bahkan Pertamina tidak mendapat untung dari harga tersebut, karena tidak memasukkan komponen biaya penyimpanan untuk cadangan BBM (buffer stock). “Apaan untung, hitung saja yang benar. Jangan ngawur kalau buat pernyataan,” kata Ahmad kepada Katadata, Selasa lalu.