KATADATA - Pemerintah sedang mematangkan konsep pengembangan Blok Masela. Untuk itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membentuk forum diskusi yang akan melibatkan tiga universitas di Indonesia. Forum ini nantinya mengkaji skema yang paling tepat terkait pemanfaatan pengembangan blok di Laut Arafuru itu bagi masyarakat.
Menteri Energi Sudirman Said mengatakan forum tersebut terdiri dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Universitas Patimura, LAPI ITB, dan LPEM Universitas Indonesia. Hasil kajian dari tim ini juga akan memberikan tambahan masukan kepada Presiden Joko Widodo sebagai pengambil keputusan akhir.
Jika hasil kajian dari tim tersebut menyatakan masyarakat lebih diuntungkan menggunakan skema pengembangan di darat atau onshore, pemerintah akan memutuskan pembangunan kilang pengolahan di darat. Demikian pula jika skema yang dinilai terbaik adalah pengembangan di laut atau offshore, pembangunan kilang terapung (FLNG) yang akan diambil. (Baca: Pemerintah Siapkan Badan Otoritas Kawasan Industri di Blok Masela)
Menurut Sudirman, keputusan yang akan diambil pemerintah didasarkan pada pertimbangan yang memberikan dampak paling besar untuk masyarakat. “Sebenarnya yang paling utama harus kami perhatikan adalah bagaimana proyek itu memberi manfaat bagi pengembangan ekonomi regional,” kata Sudirman sebagaimana dikutip dalam situs resmi Direktorat Jenderal Migas, Senin, 18 Januari 2016.
Langkah tersebut, kata dia, sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo pada saat rapat terbatas 29 Desember 2015. Ketika itu Jokowi menginginkan proyek besar ini memberikan manfaat ekonomi langsung dan menciptakan nilai tambah yang memberikan efek berantai pada perekonomian nasional. Untuk itu, perlu kajian yang detail mengenai pengembangan wilayah tersebut.
Sudirman membantah pembentukan tim diskusi yang melibatkan akademisi ini akan mementahkan kembali kajian teknis yang dilakukan SKK Migas dan konsultan Poten and Partner. Sebaliknya, forum ini semakin memantangkan keputusan mengenai Blok Masela. “Supaya keputusan apa pun yang diambil sudah yakin. Tidak ada proses yang diulang dari nol. Yang sudah dikaji secara teknis dijadikan pegangan, tapi kemudian ditambahkan aspek regional development,” ujarnya. (Baca: Kementerian ESDM Ingin Pengembangan Blok Masela di Laut).
Pemerintah sebelumnya telah menyewa konsultan independen Poten and Partner untuk mengkaji skema yang paling tepat untuk pengembangan Lapangan Gas Abadi di Blok Masela. Jika hanya didasarkan pada faktor keekonomian, Poten yang dibayar Rp 3,8 miliar dalam melakukan kajian tersebut merekomendasikan skema FLNG. Namun jika didasarkan faktor ketenagakerjaan, Poten menyarankan pemerintah memilih skema onshore.
Hasil tersebut mirip seperti analisa yang dibuat LPEM UI mengenai Blok Masela. Dalam dokumen yang dimiliki Katadata, Lembaga tersebut menyatakan, jika dilihat dari sektor ketenagakerjaan, skema pengembangan di darat atau onshore lebih banyak menciptakan lapangan kerja dibandingkan skema FLNG.
Misalnya, selama tahap konstruksi, skema onshore bisa merekrut tenaga kerja hingga 143.900 orang. Angka ini jauh lebih tingi bila dibandingkan dengan skema FLNG yang hanya menyerap 106.600 orang. Selisih ini akan lebih besar jika sudah memasuki tahap produksi. Skema darat mampu mempekerjakan 707.200 tenaga kerja, sementara FLNG hanya 550.400 tenaga kerja.
Dari sisi pendapatan rumah tangga, sumbangan skema darat juga lebih tinggi yakni US$ 12,4 miliar dibandingkan bila proyek ladang gas tersebut dibangun dalam FLNG, yakni US$ 11,4 miliar. Bila angka tersebut dipecah, skema onshore pada tahap konstruksi menghasilkan US$ 3,1 miliar dan US$ 9,3 miliar saat produksi. Sementara itu, skema FLNG pada tahap konstruksi menyumbang pendapatan US$ 1,3 miliar dan US$ 10,1 miliar saat produksi.
Namun, dari sisi penerimaan pemerintah, skema FLNG lebih unggul dari onshore. Dalam skema offshore, pemerintah akan mendapat US$ 51,8 miliar, sementara skema onshore hanya US$ 42,3 miliar. Begitu pula dari segi produk domestik bruto (PDB), FLNG dinilai memberi andil besar. LPEM UI menyebutkan FLNG akan menumbuhkan perekonomian senilai US$ 126,3 miliar, sementara skema pembangunan darat hanya berandil US$ 122 miliar. (Baca: Pemerintah Diminta Utamakan Efek Berantai di Blok Masela).
Sebagai informasi, Blok Masela dikelola oleh Inpex Masela Limited (65 persen) dan Shell Upstream Overseas Services Ltd (35 persen). Blok ini terletak di Laut Arafura, sekitar 800 kilometer sebelah timur Kupang, Nusa Tenggara Timur atau lebih kurang 400 kilometer di utara kota Darwin, Australia. Adapun kedalaman laut di blok itu 300-1.000 meter. Kontrak kerja sama Blok Masela ditandatangani pada 16 November 1998 dan mendapat persetujuan pengembangan (POD) I pada 6 Desember 2010.