KATADATA - Pemerintah berharap rencana Arab Saudi melepas saham Saudi Aramco tidak mempengaruhi investasi di Indonesia. Mengingat ada beberapa komitmen investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Arab Saudi tersebut, mulai dari kilang hingga penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Setyorini Tri Hutami mengatakan sampai saat ini belum ada tanda-tanda Saudi Aramco akan menunda atau membatalkan rencananya. Saudi Aramco sempat menyatakan minat investasi di Indonesia sebesar US$ 24 miliar atau Rp 336 triliun. (Baca: Saudi Aramco Siap Pasok 70 Persen Kebutuhan Minyak Kilang Cilacap)

Dari angka tersebut, sebesar US$ 14 miliar atau Rp 196 triliun akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas kilang milik PT Pertamina (Persero) di Dumai, Balongan dan Cilacap. Total kapasitas dari ketiga kilang tersebut yakni 700.000 barel per hari (bph).

Sisanya sebesar US$ 10 miliar atau Rp 140 triliun rencananya akan diinvestasikan untuk membangun kilang minyak baru di Tuban. Kapasitas kilang yang akan dibangun sebesar 300.000 bph. Saudi juga berencana investasi dalam pendistribusian BBM. Bahkan, ini merupakan syarat yang diminta Saudi Aramco kepada pemerintah terkait investasi kilangnya. (Baca: Investor Asal Arab dan Rusia Berebut Garap Proyek Kilang Tuban)

Kementerian ESDM berharap minat Aramco berinvestasi di Indonesia bisa tetap terealisasi meski Arab Saudi telah melepas sebagian sahamnya. Menurut Rini, Saudi Aramco juga belum tentu dapat merealisasikan keinginannya. Perusahaan ini harus tetap mengikuti lelang yang dilakukan untuk menentukan investor yang akan membangun kilang.

“Investor nanti kan dilelang. Jadi kalau (Aramco) terpilih pastinya, sudah dikaji bahwa bisa melanjutkan kerjaannya,” kata dia kepada Katadata melalui pesan singkatnya, Senin (11/1). (Baca: Harga Minyak Rendah Menguntungkan Negara Net-importir?)

Saudi Aramco adalah perusahaan minyak terbesar dunia yang dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah Arab Saudi. Perusahaan ini memproduksi 12 persen minyak mentah dunia dan memiliki 261 miliar barrel cadangan minyak atau sekitar 15 persen cadangan minyak dunia. 

Dalam pernyataan resminya, Jumat pekan lalu, Saudi Aramco menyatakan tengah mengkaji opsi untuk melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO). “Opsi yang dikaji termasuk soal berapa persen saham akan dilepas atau anak perusahaan mana saja bakal melantai di bursa,” kata Saudi Aramco.

Selama ini minyak menyumbang 75 persen pendapatan Arab Saudi. Anjloknya harga minyak hingga ke level terendah dalam 12 tahun terakhir menjadi pukulan berat bagi negara tersebut. Harga minyak menurun tajam dari sekitar US$ 100 per barel pada pertengahan 2014, menjadi hanya hanya sekitar US$ 31 per barel saat ini. (Baca: Terendah Sejak 2009, Harga Minyak Tahun Depan Bisa US$ 20)

Penurunan harga minyak ini pun langsung berdampak pada keuangan negara tersebut. Pendapatannya berkurang, bahkan anggaran negaranya defisit hingga US$ 100 miliar. Pemerintah Arab Saudi pun terpaksa mencabut subsidi dan menaikkan harga BBM hingga 50 persen.

Kesulitan ekonomi inilah salah satunya yang membuat Arab Saudi berencana menjual sahamnya di Aramco. Privatisasi Aramco merupakan salah satu upaya Arab Saudi meraup pendapatan di tengah melorotnya harga minyak. Ini terungkap dalam wawancara Majalah The Economist dengan Wakil Putera Mahkota yang juga Ketua Dewan Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman pekan lalu.

Reporter: Arnold Sirait