Penurunan Harga Minyak Hambat Kebijakan Biodiesel

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Arnold Sirait
21/12/2015, 19.38 WIB

KATADATA - Anjloknya harga minyak dunia bisa menjadi penghambat program penggunaan bahan bakar nabati dalam bahan bakar minyak (BBM). Padahal tahun depan pemerintah akan mewajibkan penggunaan biodiesel 20 persen dalam solar atau kebijakan B20.

Rendahnya harga minyak akan membuat harga biodiesel semakin tidak kompetitif, karena harga solar yang jauh lebih murah. Jika harga minyak terus turun, selisih harga solar dengan biodiesel akan semakin membesar dan masyarakat semakin enggan menggunakan biodiesel. (Baca: Harga CPO Tinggi, Biosolar Nonsubsidi Bakal Naik)

Deputi Kepala Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan harga biodiesel akan kompetitif jika harga minyak berada pada level US$ 50 sampai 100 per barel. Sementara saat ini harga minyak dunia jenis West Texas Intermediate di pasar spot menyentuh level US$ 34,53 per barel, dan harga Brent mencapai US$ 36,56 per barel.

“Kalau dengan kondisi minyak sekarang yang sedang turun memang tidak kompetitif. Tidak akan begitu terasa penghematan yang dilakukan,” kata dia kepada Katadata usai acara refleksi satu tahun BPPT 2015 di Jakarta, Senin (21/12).

Dia berharap tren penurunan harga minyak dunia tidak berlangsung lama, agar program B20 dapat berjalan sesuai dengan target. Menurut dia ada beberapa manfaat yang bisa didapat dengan adanya program mandatori tersebut.

Program tersebut diharapkan mampu mengurangi emisi sebesar 9,4 juta sampai 16 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) per tahun. Hal itulah yang harus menjadi perhatian dari pemerintah. “Jangan hanya melihat kondisi dia kompetitif secara market price,” ujar dia. (Baca: Tak Campur Biodiesel, Penyalur BBM Terancam Denda Rp 6 Ribu per Liter)

Program B20 juga bisa membuat produksi solar dalam negeri surplus. PT Pertamina (Persero) memperkirakan surplus produksi solar tahun depan akan mencapai 400.000 barel per bulan. Tahun ini saja, kebijakan B15 telah membuat impor solar turun hingga 87 persen dibandingkan tahun lalu. 

Untuk tahun ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) memperkirakan penyerapan biodiesel hanya mencapai 800.000 kiloliter. Angka itu lebih rendah dari penyerapan biodiesel tahun lalu yang mencapai 1,6 juta kiloliter.

Tahun depan, Pertamina juga menargetkan dapat menyalurkan biodiesel sebanyak 5,14 juta kiloliter (kl) yang akan didistribusikan pada 63 terminal BBM di 31 kota. Untuk solar bersubsidi sebanyak 402 juta kl dan solar nonsubsidi sebesar 1,12 juta kl. (Baca: BPDP Sawit Perkirakan Penyerapan Biodiesel Tahun Ini Lebih Rendah)

Sementara untuk konsumsi solar Pertamina memperkirakan akan ada penurunan di penghujung tahun 2015 dan awal tahun 2016. Penurunan ini disebabkan banyak industri yang akan tutup pada 21 Desember 2015 sampai 8 Januari 2016. Padahal industri adalah konsumen terbesar solar.

Dengan begitu, menurut Direktur Pemasaran PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang dalam periode tersebut konsumsi solar akan berkurang sebesar 4 persen. Rata-rata konsumsi biasanya dapat mencapai 38.000 kiloliter. “Solar turun karena industri banyak libur, sehingga angkutan barang berkurang," ungkap Ahmad saat dihubungi Katadata, Senin (21/12).

Reporter: Anggita Rezki Amelia