KATADATA - Chevron Indonesia dikabarkan telah memutuskan pembatalan pengembangan proyek minyak dan gas bumi (migas) Indonesia Deep Water (IDD) atau proyek laut dalam di Selat Makassar. Padahal, dua bulan sebelumnya, di hadapan Presiden Joko Widodo, para petinggi perusahaan migas multinasional asal Amerika Serikat ini menyatakan komitmennnya untuk melanjutkan investasi di Indonesia, termasuk proyek IDD.
Seorang petinggi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan, Chevron telah mengambil keputusan terkait nasib proyek IDD. “IDD cancel,” kata petinggi yang menolak disebutkan namanya itu kepada Katadata, pekan lalu. Namun, dia tidak mengetahui alasan sesungguhnya pembatalan proyek tersebut.
Kabar pembatalan proyek IDD tersebut tidak dibantah oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja. Namun, pihaknya sampai saat ini belum menerima keputusan resmi dari Chevron selaku pengelola dan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) proyek IDD tersebut. “Kami belum menerima permintaan resminya (dari Chevron),” ujarnya melalui pesan pendek (SMS) kepada Katadata, beberapa hari lalu.
Keputusan Chevron membatalkan proyek IDD disebut-sebut terkait dengan kebijakan banyak perusahaan migas internasional yang menunda atau membatalkan rencana pengembangan usahanya di berbagai negara, di tengah tren penurunan harga minyak dunia. Apalagi, pengembangan blok migas di laut dalam memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi sehingga kebutuhan pendanaannya juga besar.
(Baca: Chevron Komitmen Lanjutkan Investasi di Indonesia)
Sekadar informasi, proyek IDD ini termasuk salah satu proyek migas dengan nilai investasi besar saat ini, selain proyek Masela, Tangguh Train 3 dan Jangkrik. Proyek ini sebenarnya sudah mengantongi persetujuan pengembangan lapangan atau Plan of Development (PoD) pada 2008 dari SKK Migas. Namun, setelah tahap Front-End Engineering Design (FEED) tahun 2013, biaya yang dibutuhkan untuk proyek ini meningkat hampir dua kali lipat, dari sekitar US$ 7 miliar menjadi US$ 12 miliar.
Lantaran perubahan nilai proyek tersebut, Chevron berkonsultasi dengan pemerintah untuk mengetahui apakah perlu mengajukan revisi PoD atau tidak. Alasannya, dalam surat persetujuan PoD dari Kementerian ESDM disebutkan setiap perubahan biaya harus mendapat persetujuan revisi. Tapi, tidak ada jawaban dari Jero Wacik, Menteri ESDM saat itu sehingga Chevron memutuskan menunda proyek IDD tersebut pada 2014.
(Baca: Belum Revisi Proyek IDD, Chevron Masih Hitung Banyak Faktor)
Selain pembengkakan nilai investasi, perubahan rencana pengembangan proyek IDD karena adanya penambahan lapangan di dalam tiga blok yaitu Blok Makassar Strait, Rapak, dan Ganal di Selat Makassar. Chevron pun mengajukan perpanjangan kontrak kerjasama di tiga blok migas yang masuk dalam proyek IDD tersebut.
Setelah tak jelas kabar kelanjutannya, petinggi Chevron menyatakan komitmennya untuk melanjutkan proyek IDD saat Jokowi melawat ke AS, Oktober lalu. Executive VP Chevron James Johnson menyatakan, pihaknya tetap akan melanjutkan investasi di Indonesia, khususnya proyek IDD. Namun, nyatanya sampai saat ini belum ada langkah lanjutan dari Chevron Indonesia.
Vice President Policy Government and Public Affair Chevron Indonesia Yanto Sianipar pernah mengatakan, pihaknya masih menghitung kelanjutan proyek tersebut. Salah satu faktor yang menjadi perhitungan adalah harga minyak dunia. Jadi, dia belum bisa memastikan apakah nilai proyek IDD masih US$ 12 miliar atau turun, seiring dengan penurunan harga minyak dunia. "Banyak hal yang menjadi pertimbangan," ujarnya.