KATADATA - Produksi siap jual (lifting) minyak bumi dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, diperkirakan bakal meleset lagi dari target produksinya di akhir tahun ini. Padahal, produksi dari Blok Cepu ini menjadi andalan pemerintah untuk mencapai target total lifting minyak dalam APBN Perubahan 2015 sebesar 825 ribu barel per hari (bph) maupun target yang dipatok Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebesar 812 ribu bph.
Kendala yang dihadapi ExxonMobil Indonesia sebagai operator Blok Cepu adalah masa transisi pengoperasian fasilitas produksi utama atau Central Production Facility (CPF), dari sebelumnya fasilitas Early Oil Expansion (EOE) dan Early Production Facility (EPF). Alhasil, menurut Erwin Maryoto, Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil, pihaknya mengurangi sementara tingkat produksi Lapangan Banyu Urip per Kamis ini (26/11). Tujuannya untuk memastikan keamanan proses start-up fasilitas CPF tersebut.
Sebagai bagian dari proses start-up, minyak yang saat ini diproduksi dari Tapak Sumur B harus dihentikan sementara. Lalu, dialirkan lagi dan diproses pada CPF. Kegiatan tersebut baru rampung dalam kurun waktu sekitar dua pekan.
Selama pengurangan tingkat produksi berlangsung, Lapangan Banyu Urip akan berproduksi sekitar 40 ribu bph. Selanjutnya, jumlah produksi akan meningkat hingga lebih dari 130 ribu bph hingga terus meningkat mencapai puncak produksinya. “Kami akan bekerja sama dengan SKK Migas untuk memastikan proses start-up ini berlangsung aman dan efisien,” kata Erwin kepada Katadata, Kamis (26/11).
(Baca: Produksi Pertamina dari Blok Cepu Akan Naik 85 Persen Tahun Depan)
Gara-gara proses start-up CPF itu, Wakil Kepala SKK Migas M.I. Zikrullah mengakui, produksi Blok Cepu kemungkinan hanya sekitar 130 ribu bph atau lebih rendah dari target produksi sebelumnya sebesar 165 ribu bph. “Harus ada masa pengalihan karena harus diganti. Tidak bisa langsung 165 ribu bph, (bisanya) sekitar 130 ribu bph.
Kendala lain yang dihadapi Blok Cepu untuk mencapai target produksinya di akhir tahun ini adalah kontrak fasilitas EPF bakal habis pekan depan. Padahal, selama ini fasilitas tersebut ditambah fasilitas EOC mampu berkontribusi terhadap total produksi Blok Cepu sebesar 40 ribu bph. Zikrullah mengatakan, keputusan perpanjangan kontrak EPF baru bisa ditentukan setelah proses negosiasi antara kontraktor EPF dengan ExxonMobil rampung.
(Baca: Produksi Blok Cepu Tahun Depan Tergantung SKK Migas dan Audit BPK)
Keputusannya pun berdasarkan hasil kajian teknis, faktor sosial dan ekonomi. Menurut dia, keputusan perpanjangan sewa fasilitas pendukung produksi minyak Blok Cepu itu paling lambat Senin pekan depan (30/11) atau satu bulan sebelum masa kontrak sewanya berakhir.
Alhasil, kalau dihitung total lifting minyak Blok Cepu pada akhir tahun ini sebesar 170 ribu bph. Jumlah tersebut masih di bawah target lifting blok ini yang dipatok pemerintah sebanyak 205 ribu bph. Meski begitu, Zikrullah masih optimistis total lifting minyak tahun ini tidak terlalu jauh meleset dari target dalam APBN Perubahan 2015. “Karena (proses produksinya) mundur, sekitar 800-an (ribu bph) akhir tahun,” katanya.
Sekadar informasi, pembangunan fasilitas Blok Cepu terbagi dalam lima tahap EPC (rekayasa, pengadaan, dan konstruksi). EPC I adalah CPF, fasilitas yang paling vital dalam proyek tersebut, yang saat ini pengerjaannya telah rampung. EPC II merupakan pembangunan pipa darat (onshore) sepanjang 72 kilometer dari Banyu Urip ke Pantai Palang di Tuban.
EPC III adalah pembangunan pipa bawah laut dan menara tambat (mooring tower) Floating Storage and Offloading (FSO). Adapun EPC IV merupakan pembangunan kapal FSO Gagak Rimang. Pengerjaan EPC II, III, dan IV sudah selesai 100 persen. Sementara EPC V adalah pembangunan infrastruktur pendukung yang tuntas dalam bulan ini.