KATADATA - Tren penjualan kepemilikan saham blok minyak dan gas bumi (migas) oleh para kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) terus berlanjut. Dalam forum “The 5th Oil & Gas Investment Forum Indonesia 2015” yang berlangsung dua hari sejak Kamis lalu (12/11) di Bandung, Jawa Barat, setidaknya ada lima kontraktor migas yang memutuskan untuk menjual kepemilikan sahamnya (farm out).
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengungkapkan, aksi lima KKKS tersebut dilakukan pada tujuh blok migas. “Maksimal (kepemilikan saham yang dijual) 49 persen,” katanya kepada Katadata, Jumat (13/11).
Sedangkan alasan kontraktor melego sahamnya bervariasi. Pertama, penurunan harga minyak dunia belakangan ini sehingga tidak sepadan lagi dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Kedua, berbagi risiko dan biaya dengan cara menggandeng mitra lain untuk bersama-sama menggarap blok tersebut.
Yang menarik, KrisEnergy merupakan kontraktor terbanyak melego kepemilikan sahamnya, yaitu di tiga blok migas. Pertama, East Seruway PSC. Di blok yang terletak di laut lepas Sumatera Utara ini KrisEnergy memiliki 100 persen saham. Kontrak kerjasamanya diteken pada November 2008 dengan durasi kontrak 30 tahun.
Kedua, Bala-Balakang PSC. Di blok yang terletak di laut lepas Kalimantan Timur itu, KrisEnergy (Tanjung Aru) B.V. menguasai 85 persen saham. Perusahaan yang tercatat di bursa saham Singapura tersebut bermitra dengan Natuna Ventures Pte. Ltd. yang mengempit 15 persen saham Bala-Balakang. Penandatanganan kontrak kerjasamanya pada Desember 2011 dengan durasi kontrak 30 tahun.
Ketiga, Kutai PSC. Di blok yang terletak di lepas pantai Kalimantan Timur itu, KrisEnergy punya 30 persen saham dan 24,6 persen saham melalui KrisEnergy Kutai B.V. Sisanya sebanyak 23,4 persen saham dimiliki Salamander Energy dan sebanyak 22 persen saham dipegang Orchid Kutai Ltd. Kontrak kerjasama Blok Kutai ini diteken Januari 2007 dengan durasi 30 tahun.
Adapun empat kontraktor lainnya melepas kepemilikan sahamnya masing-masing di satu blok migas. Pertama, PT Geraldo Energy melego saham Belayan PSC yang berlokasi di Kalimantan Timur (onshore). Kedua, PT Bima Sakti Energi Indonesia yang punya 100 persen saham di Blok Sumatra Basin.
(Baca: ConocoPhilips Tengah Menakar Minat Calon Pembeli Blok B)
Ketiga, Mitra Energy Inc yang mengempit 60 persen saham Bone PSC. Sedangkan sebanyak 40 persen dimiliki Azimuth Indonesia Limited (Azipac). Kedua KKKS ini berencana melego sebagian kepemilikan sahamnya, yaitu Mitra Energy sebanyak 30 persen dan Azimuth 20 persen. Demi memuluskan rencana tersebut, mereka telah membuka ruang data (data room) Bone PSC sejak awal September lalu secara online melalui Zebra Data.
Keempat, Ranhill Jambi Pte. Ltd. yang mengoleksi 77 persen saham Batu Gajah PSC. Ranhill juga menjadi operator blok yang berlokasi di Sumatera Utara tersebut.
(Baca: Genting Oil Berencana Lepas Saham Blok Kasuri di Papua)
Selain kontraktor yang ikut pameran tersebut, Djoko mengungkapkan, ada beberapa KKKS lain yang dalam proses penjualan kepemilikan sahamnya. Contohnya, ConocoPhillips yang dalam proses penjajakan penjualan sahamnya di Blok B, Laut Natuna Selatan. Tak Cuma itu, perusahaan migas asal Amerika Serikat ini juga berencana melego sahamnya di Blok Warim, Papua.
Sebelumnya, Genting Oil Kasuri Pte. Ltd. berencana menjual sebagian sahamnya di Blok Kasuri, Papua Barat. Perusahaan minyak dan gas asal Malaysia ini merasa risiko yang ada di blok migas tersebut cukup besar dan mereka tidak mampu menanggungnya sendirian. Djoko tidak mempersoalkan langkah banyak KKKS yang memutuskan menjual kepemilikan saham blok migasnya. "KKKS boleh melakukan farm out bila sudah melaksanakan komitmen eskplorasi di tiga tahun pertama," tandasnya.