KATADATA - PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. saling tuding terkait masalah mahalnya harga gas untuk industri di Medan. Harga gas di wilayah tersebut mencapai US$ 14 per juta british thermal unit (mmbtu). Sementara di daerah lain harganya masih di kisaran US$ 10 per mmbtu.
Perusahaan Gas Negara (PGN) mengaku terpaksa menjual gas dengan harga yang mahal karena harga gas dari pemasoknya memang sudah tinggi. Sementara Pertamina menilai penjelasan PGN mengenai harga tersebut tidak transparan, sehingga terkesan menyudutkan Pertamina.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan PGN tidak transparan dalam menjelaskan penetapan harga gas di wilayah tersebut. PGN hanya menjelaskan harga beli gas dari Pertamina yang bersumber dari fasilitas regasifikasi Arun yang mahal. Padahal Pertamina juga menjual gas untuk PGN dengan harga yang lebih murah.
(Baca: PGN: Harga Gas di Medan Mahal Karena Pertamina Patok Harga Tinggi)
"Kami mengharapkan agar dalam penyampaian informasi terkait harga ini PGN dapat lebih bijak, sehingga tidak memunculkan friksi yang tidak perlu dan tidak sejalan dengan upaya pemerintah melakukan sinergi strategis antara PGN dan Pertagas. Keterbukaan juga dapat menghindari kerugian dari sisi konsumen karena tidak memperoleh harga yang lebih kompetitif," ujar Wianda dalam keterangan yang diterima Katadata, (Kamis (12/11).
Dia menjelaskan gas yang dipasok Pertamina kepada PGN untuk wilayah Sumatera Utara berasal dari dua sumber dengan besaran yang sama, yakni masing-masing 4 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Kedua sumber tersebut adalah dari lapangan gas Pangkalan Susu dan gas alam cair (LNG) dari Dongi Senoro.
Harga gas yang dipatok Pertamina dari dua sumber gas tersebut berbeda. Harga gas dari Donggi Senoro memang tinggi, yakni US$ 13,8 per mmbtu. Karena gas alam cair ini harus diolah lagi pada fasilitas regasifikasi di Arun. Sekitar 85 persen dari komponen harga tersebut merupakan ketetapan pemerintah, termasuk toll fee sebesar US$2,58 ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) dan biaya regasifikasi US$1,58 ditambah PPN.
Meski demikian harga yang ditetapkan Pertamina untuk gas yang bersumber dari Pangkalan Susu lebih murah, yakni sebesar US$ 8,31 per mmbtu. Jika harganya dipadukan dengan volume yang sama, kata Wianda, maka harga beli gas PGN dari Pertamina masih di bawah US$ 11 per mmbtu. Artinya jika PGN menjual gas tersebut dengan harga US$ 11-12 per mmbtu pun masih mendapat untung.
"Ini tidak disampaikan secara terbuka kepada masyarakat sehingga terjadi persepsi keliru seakan-akan gas hanya bersumber dari LNG dan menyudutkan Pertamina," kata Wianda.
Sebelumnya, Kepala Divisi Komunikasi Korporat PGN Irwan Andri Atmanto mengatakan pihaknya terpaksa menjual gas di Medan dengan harga yang mahal, karena harga belinya pun tinggi. PGN hanya mendapat selisih keuntungan yang sedikit, yakni US$ 0,2 per mmbtu dari penjualan gas di Medan. Keuntungan ini pun hanya untuk menutupi biaya biaya operasional dan perawatan pipa.
“Dengan harga gas dari Pertamina sebagai pemasok sebesar US$ 13,8 per mmbtu itu, PGN kemudian menjual ke industri di Medan sebesar US$ 14 per mmbtu,” kata Irwan.
Irwan menjelaskan harga gas yang tinggi ini dikarenakan pasokan dari sumur gas yang berada di sekitar wilayah tersebut sudah habis. Makanya PGN terpaksa mengambil gas dari fasilitas regasifikasi di Arun, Nangroe Aceh Darusalam. Padahal harga gas dari sumur langsung, lebih murah dibandingkan yang bersumber dari regasifikasi.