Sebelum Proses Hukum, Menteri Rini akan Bahas Audit Petral dengan Jokowi

Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri BUMN Rini Soemarno
Penulis: Yura Syahrul
10/11/2015, 19.05 WIB

KATADATA - Meski audit investigasi terhadap Pertamina Energy Trading Limited (Petral) sudah rampung dan diterima Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, pemerintah belum menentukan sikap selanjutnya. Padahal, hasil audit tersebut mengungkapkan adanya sejumlah praktik penyimpangan di tubuh anak usaha PT Pertamina (Persero) itu.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku, sampai saat ini belum bisa memutuskan apakah hasil audit tersebut akan dibawa ke ranah hukum atau tidak. Yang jelas, dia bersama Menteri ESDM akan melaporkan dan membahas hasil audit Petral dengan Presiden Joko Widodo. “Dibicarakan bersama dengan Pak Presiden, soal kelanjutannya bagaimana,” kata Rini di Jakarta, Selasa (10/11).

Di sisi lain, Rini meminta direksi Pertamina mempelajari hasil audit Petral itu secara mendalam. Tujuannya untuk memperbaiki sistem pembelian minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini tidak transparan dan menimbulkan biaya yang tinggi. Dengan begitu, Pertamina bisa beroperasi secara lebih optimal dan seefisien mungkin.

Setelah itu, Rini belum bisa memastikan langkah selanjutnya. Termasuk, melanjutkan proses audit yang lebih panjang lagi untuk menyingkap praktik-praktik penyimpangan di Petral pada masa lampau. “Pada dasarnya, kami pakai dulu yang ini (hasil audit),” katanya.

Seperti diketahui, perusahaan audit forensik asal Australia, Kordamentha, telah merampungkan audit investigasi Petral pada kurun waktu 2012-2015. Dari hasil audit itu, menurut Sudirman, ditemukan adanya keterlibatan pihak ketiga dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah maupun produk BBM di Petral. Pihak ketiga itu turut campur mulai dari mengatur proses tender, membocorkan informasi mengenai harga penawaran, hingga menggunakan instrumen karyawan Petral untuk memenangkan hasil tender tersebut.

Akibat praktik tersebut, Pertamina dan Petral, bahkan masyarakat luas, dirugikan karena tidak memperoleh harga yang optimal. Yaitu, harga yang terbaik ketika impor minyak mentah dan produk BBM.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto tidak bisa menyebutkan alasan dari pemilihan rentang waktu obyek audit investigasi itu hanya mulai tahun 2012 sampai 2015. Padahal, Pertamina mengambil alih Petral tahun 1998 dan bersalin nama dari Petra Oil Marketing Limited pada tahun 2001. Tugas Petral adalah melakukan jual-beli minyak, termasuk impor BBM kepada Pertamina. Semua aktivitasnya dilakukan di Singapura.

Menurut Dwi, audit tersebut sudah sejalan dengan rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Bahkan, tim yang dipimpin oleh ekonom Faisal Basri itu sebenarnya hanya meminta obyek audit selama tahun 2014. "Sebenarnya kami perpanjang menjadi tiga tahun," katanya, Senin (9/11). Pasalnya, ada dua hal yang diselidiki. Pertama, kebijakan Pertamina Energy Service Pte Ltd. (PES), anak usaha Petral, yang memprioritaskan perusahaan migas nasional dalam proses impor minyak BBM. Kedua, pengaruh pihak eksternal yang menyebabkan keterbatasan persaingan sehingga harga BBM tinggi.

Namun, Dwi tidak menutup kemungkinan menindaklanjuti temuan tersebut dengan membuat audit lanjutan ke masa lampau. Contohnya, pada tahun 2009, Petral yang semula berfungsi sebagai trading arm (khusus usaha perdagangan) menjadi procurement arm (usaha pengadaan).

Sebaliknya, Faisal Basri mengatakan tim reformasi menuntut agar audit dilakukan untuk periode sejak tahun 2004. Sedangkan audit forensik pada 2014 karena saat itu  tim reformasi menemukan kejanggalan impor BBM dan minyak mentah sekitar 12 juta barrel per bulan.

Dari jumlah itu, sekitar 10 juta barel impor BBM dan minyak mentah per bulan untuk kebutuhan Januari-Juni 2015 sudah ditutup pada akhir 2014. Padahal, kontrak impor BBM dan minyak mentah biasanya berjangka waktu 3 bulan. Menurut Faisal, kontrak impor dengan jangka waktu enam bulan tersebut menimbulkan kesan adanya upaya memanfaatkan waktu di pengujung (injury time) sebelum fungsi PES sebagai trading arm digantikan oleh ISC Pertamina.

Terkait dengan impor BBM dan minyak mentah yang dilakukan PES tersebut, tim reformasi mendesak dilakukan forensic audit atas kontrak impor, khususnya untuk pengadaan periode Januari-Juni 2015, Januari-Juni 2014 dan Juli-Desember 2014. Kontrak impor untuk dua periode yang disebut terakhir (Januari-Juni 2014 dan Juli-Desember 2014) masing-masing dilakukan pada akhir 2013 dan Juni 2014.

Reporter: Arnold Sirait