KATADATA - Audit investigasi Pertamina Energy Trading Limited (Petral) sudah rampung dan disampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Namun, pihak auditor sampai saat ini belum bisa menemukan ‘orang dalam’ yang telah membocorkan informasi mengenai tender impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) oleh Petral.
Menurut Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, salah satu kendala yang dihadapi auditor untuk mengungkap hal tersebut adalah karyawan Pertamina tidak kooperatif selama masa proses audit. Padahal, audit tersebut mengindikasikan adanya kebocoran informasi rahasia mengenai tender, seperti harga dan volume impor minyak. Indikasi itu berdasarkan temuan surat elektronik (e-mail).
"Tentang kebocoran informasi, kami akan mengambil langkah nanti. Karena sementara ini oleh auditor forensik masih belum bisa digali lebih jauh," katanya di Gedung Pertamina, Jakarta, Senin (9/11).
Dwi berjanji, manajemen Pertamina akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hasil audit tersebut. Jika nanti terungkap adanya orang dalam Pertamina yang menjadi pembocor maka akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, Sudirman Said menjelaskan, adanya keterlibatan pihak ketiga dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah maupun produk BBM di Petral. Pihak ketiga itu turut campur mulai dari mengatur proses tender, membocorkan informasi mengenai harga penawaran, hingga menggunakan instrumen karyawan Petral untuk memenangkan hasil tender tersebut.
Akibat praktik tersebut, Pertamina dan Petral, bahkan masyarakat luas, dirugikan karena tidak memperoleh harga yang optimal. Yaitu, harga yang terbaik ketika melakukan pengadaan-pengadaan minyak mentah dan produk BBM. Audit Petral ini untuk periode tahun 2012 hingga 2015, yang dilakukan oleh perusahaan audit forensik asal Australia, Kordamentha.
(Baca: Pemerintah Belum Pastikan Hasil Audit Petral Bisa Diproses Hukum)
Selain soal kebocoran informasi dokumen tender, Dwi mengungkapkan hasil audit Petral menemukan dua hal penting. Pertama, kebijakan Pertamina Energy Service Pte Ltd. (PES), selaku anak usaha Petral, dalam proses impor minyak BBM dengan mengatur volume pengadaannya kepada perusahaan minyak nasional.
Kedua, pengaruh pihak eksternal yang menyebabkan keterbatasan persaingan. Hal itulah yang menyebabkan harga BBM tinggi. Selain itu, ditemukan bahwa Petral melakukan penunjukan pada satu penyedia jasa marine service dan inspector.
Namun, Dwi belum bisa menyebutkan pihak eksternal yang ikut campur dalam proses tender tersebut. Dalihnya, jika disebutkan maka dikhawatirkan bisa menimbulkan persepsi yang salah.
Laporan audit tersebut juga tidak menyebutkan potensi nilai kerugian negara akibat praktik-praktik penyimpangan di tubuh petral tersebut. Dwi pun membantah kabar temuan transaksi tidak jelas senilai US$ 18 miliar dalam hasil audit Petral. "Dalam laporan ini tidak disebutkan," imbuhnya.
Sebaliknya, menurut Dwi, pembubaran Petral menyebabkan Pertamina bisa menghemat hingga US$ 103 juta per September 2015. Angka tersebut setara dengan Rp 1,39 triliun.
Adapun terkait dengan transfer aset Petral kepada Pertamina, hingga saat ini masih belum rampung. Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan aset yang dimiliki Petral Group semula senilai US$ 2,3 miliar. Namun, setelah penyelesaian berbagai transaksi, nilainya secara alami menyusut menjadi tinggal US$ 483 juta. "Kebanyakan (asetnya utang-piutang. Sementara piutang Petral ke Pertamina sebesar US$ 1,406 miliar dan sisanya ke pihak ketiga," ujarnya.