BPPT Pesimistis Target Bauran Energi Baru Terbarukan Tercapai

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Safrezi Fitra
3/11/2015, 20.13 WIB

KATADATA - Pemerintah telah berkomitmen untuk  mengembangkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) minimal 23 persen pada 2025. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meragukan target tersebut akan tercapai.

Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi BPPT Adiarso mengatakan target bauran EBT dalam energi nasional masih belum bisa dicapai sepenuhnya.  Bahkan dia memprediksi capaian targetnya pada 2025 hanya setengahnya, yakni 12 persen.

"Kalau EBT memang secara bertahap akan naik sekitar 12 persen (pada 2025), sulit untuk naik 20 persen," kata Adiarso dalam seminar outlook energi indonesia di gedung BPPT Jakarta, Selasa (3/11).

(Baca: Dorong Energi Baru, ADB Beri Pinjaman US$ 5 Miliar ke Kementerian ESDM)

Prediksi BPPT ini mengacu pada asumsi yang dipakai dalam kajian Outlook Energi Indonesia. Beberapa indikator yang digunakan diantaranya pertumbuhan populasi penduduk yang naik rata-rata 2,8 persen per tahun. Indikator lainnya pendapatan per kapita, harga energi dunia, serta faktor ekonomi lainnya.

Di sisi lain, dia menilai perkembangan EBT masih belum secara signifikan berjalan di dalam negeri. Pengembangan pembangkit listrik batu bara jauh lebih pesat ketimbang pembangunan pembangkit dari  EBT. (Baca: Porsi Pembangkit dari Energi Terbarukan Akan Dinaikkan)

Masalah minimnya bahan baku menjadi kendala dan membuat pengembangan EBT sulit dilakukan dengan cepat. Adiarso mencontohkan pengembangan bahan bakar nabati (biofuel) yang masih mengandalkan minyak sawit (CPO). Bahan bakar nabati lain seperti bioethanol, sulit berkembang. Namun, karena tingkat keekonomiannya dinilai masih rendah, industri pun belum berani mengembangkannya.

Pemerintah telah menargetkan peran biofuel semakin besar, salah satunya dengan kebijakan penggunaan biodiesel 20 persen (B20) tahun depan. Selain itu pengembangan panas bumi yang potensinya sangat besar, dan paling strategis.

Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika juga meragukan pemerintah bisa menjalankan program energi hingga masa kerjanya berakhir pada 2019. Pengembangan energi yang paling mungkin adalah EBT yang paling mudah dan cepat. (Baca: Komisi VII Akan Revisi Kebijakan Energi Nasional)

“Karena 2019 itu cuma 3-4 tahun dari sekarang. Mengembangkan energi apa saja sudah telat, kecuali EBT. Karena koservasi itu mudah dan cepat," ujarnya.

Dari data yang dirangkum BPPT, total penyediaan energi primer untuk memenuhi kebutuhan energi berkelanjutan meningkat 8 kali lipat, dengan laju pertumbuhan rata-rata 5,7 persen per tahun. Total energi primer mencapai 1,179 juta setara barel minyak (2013) menjadi 9,281 juta setara barel minyak di tahun 2050. Jumlah tersebut terdiri dari 45,5 persen batubara, minyak bumi (BBM) 27,7 persen, gas bumi 15,1 persen, dan EBT 11,7 persen.

Reporter: Anggita Rezki Amelia