KATADATA - Polemik rencana pengembangan Blok Masela di Laut Arafura telah memicu perseteruan terbuka antara Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam (SDA) Rizal Ramli dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Meski begitu, Inpex Corporation sebagai operator atau pengelola blok kaya gas bumi ini optimistis kondisi tersebut tidak akan berpengaruh terhadap jadwal proyek.
Corporate Manager Communication Inpex Corporation Ari Nouvel mengatakan, rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Lapangan Abadi, Blok Masela, akan bisa diselesaikan sebelum tahun ini berakhir. Selanjutnya, Inpex Masela Ltd selaku operator langsung Blok Masela, berharap bisa menuntaskan tahap keputusan final investasi atau Final Investment Desicion (FID) pada tahun 2018.
"Terkait dengan jadwal proyek, sampai saat ini masih tetap sama,” katanya kepada Katadata, Kamis (15/10). Kalau PoD dan FID itu bisa berjalan sesuai rencana, maka proyek pengembangan Blok Masela akan rampung tahun 2024 mendatang. Jadi, pada saat itulah Lapangan Abadi, Blok Masela, memulai produksi pertamanya.
Saat ini, manajemen Inpex masih menunggu keputusan pemerintah terkait dengan penetapan PoD Blok Masela. “Seperti diketahui, revisi POD sudah direkomendasikan oleh SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) kepada Mentri ESDM. Kami menunggu persetujuannya," ujar Ari.
(Baca: Kaji Ulang Pengembangan Blom Masela, ESDM Pakai Konsultan Independen)
Seperti diwartakan Katadata sebelumnya, Kementerian ESDM tengah mencari konsultan independen bertaraf internasional untuk mengkaji proposal PoD Blok Masela yang telah diajukan Inpex Masela dan disetujui oleh SKK Migas pada 10 September 2015. Alhasil, persetujuan dan penetapan PoD Blok Masela kemungkinan baru dilakukan dua bulan mendatang atau akhir tahun ini.
(Baca: ESDM Targetkan Kajian PoD I Blok Masela Selesai Dalam 2 Bulan)
Penyebabnya adalah rencana Inpex membangun fasilitas pengolahan gas cair terapung (FLNG) dengan kapasitas 7,5 juta metrik ton per tahun (MTPA) dan nilai investasi US$ 14,8 miliar memantik pro-kontra di antara para pejabat pemerintahan.
Rizal Ramli mengkritik rencana pembangunan FLNG untuk memproses gas bumi menjadi gas cair di tengah laut. Teknologi fasilitas itu relatif masih baru di dunia sehingga nilai investasinya sangat besar. Dalam hitungan versi Rizal, nilai investasinya mencapai US$ 19,3 miliar.
Ketimbang membangun FLNG, menurut Rizal, lebih menguntungkan jika membangun jaringan pipa sepanjang sekitar 600 kilometer untuk mengalirkan gas dari Blok Masela ke Kepulauan Aru di Maluku. Selain investasinya lebih murah, langkah tersebut bermanfaat untuk membantu pengembangan wilayah Aru. Selain itu, menciptakan efek berantai terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
(Baca: Penetapan Rencana Pengembangan Blok Masela Terancam Tertunda)
Kini, Inpex menunggu keputusan final pemerintah terhadap rencana pengembangan Blok Masela. Yang jelas, Ari menjanjikan proyek Blok Masela akan dapat membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan energi di masa depan serta memberikan efek berantai yang sangat signifikan terhadap perekonomian di dalam negeri. “Ini seiring dengan misi Nawacita yang dicanangkan pemerinah dalam pengembangan maritim," imbuhnya.
Selain pro-kontra skema FLNG, Inpex juga menghadapi potensi masalah lain dalam mengembangkan Blok Masela. Yaitu, masalah lahan untuk membangun pusat logistik atau Logistic Supply Base (LSB) di Saumlaki, Maluku. "Lahan dalam proses sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Saat ini dalam prosesnya dijalankan oleh tim yang dipimpin oleh pemerintah daerah yaitu Gubernur (Maluku)," ujar Ari.