Harga Minyak Anjlok, Kadin Minta Revisi Draf RUU Migas

Arief Kamaludin|KATADATA
Suasana saat Forum Group Discussion Kadin mengenai RUU Migas di Jakarta, Senin, (12/10).
Penulis: Yura Syahrul
12/10/2015, 18.03 WIB

KATADATA - Merosotnya harga minyak dunia hingga ke kisaran US$ 40 per barel pada tahun ini turut mempengaruhi perkembangan industri minyak dan gas bumi (migas). Karena itu, anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengubah draf rancangan undang-undang (RUU) migas agar sesuai dengan kondisi dan perkembangan terkini.

Wakil Ketua Komisi Tetap Hulu Migas Kadin Nurman Djumiril mengatakan, draf RUU Migas tersebut disusun sebelum harga minyak dunia merosot dalam seperti saat ini. Jadi, materi dalam naskah akademik RUU tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. "Bukan tidak realistis (isi RUU), tapi kita tidak bisa berpijak pada asumsi saat harga minyak masih US$ 80 per barel. Ini kan sudah beda ceritanya," kata dia saat acara Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas draf RUU Migas yang diselenggarakan oleh Kadin di Jakarta, Senin (12/10).

Nurman mencontohkan materi RUU Migas yang dinilai tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Yaitu, hasil lelang terbuka wilayah kerja migas yang hingga kini belum berhasil menggaet para perusahaan kontraktor besar, seperti ExxonMobil Corporation, Chevron Corporation, dan Total E&P. “Kalau para pemain  besar ini sudah menunjukkan minat, berarti ada daya tarik. Tapi kalau mereka belum berminat, berarti ada yang harus kita perbaiki,” tukasnya.

Di satu sisi, merosotnya harga minyak dunia tentu membuat perusahaan migas mengerem ekspansi usahanya atau eksplorasi untuk mencari cadangan-cadangan baru. Apalagi, beban investasi kegiatan usaha hulu migas semakin berat.

Namun, selain itu, pemerintah perlu memperbaiki peraturan agar mampu menarik minat perusahaan migas besar untuk berinvestasi di dalam negeri meskipun harga minyak merosot. Nurman menyatakan, ada empatn poin untuk menarik investasi migas. Yaitu: kepastian kerangka regulasi, kepastian kebijakan fiskal, kepastian keamanan investasi, dan penyelesaian perselisihan di forum netral. " Ini yang menjadi perhatian dalam RUU Migas," katanya.

DPR tengah menggodok draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang migas, yang memang merupakan hak inisiatif DPR dan masuk dalam program legislatif nasional (Prolegnas) tahun 2015. Saat ini, pembahasannya di DPR masih tahap pengkajian naskah akademi calon beleid anyar tersebut. Meski begitu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merumuskan poin-poin penting yang akan diusulkan dalam RUU Migas.

Salah satu poin dalam calon beleid anyar tersebut yang tampaknya sudah disepakati  pemerintah dan DPR adalah pembentukan Petroleum Fund. Dana ini nantinya akan disisihkan dari penerimaan migas. Namun, Nurman menilai Petroleum Fund berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan ketidakpastian dalam berinvestasi.

Ketidakpastian investasi timbul karena setiap investasi ke hulu migas harus disisihkan sebagian dananya untuk Petroleum Fund. Nurman. “Dananya apa bisa dipertanggungjawabkan,” tukasnya. Padahal, menurut dia, latar belakang pembentukan Petroleum Fund itu mulia yaitu untuk pengembangan usaha hulu migas.

Ketimbang menghimpun dana untuk membiayai eksplorasi usaha hulu migas, Kadin meminta pemerintah fokus menciptakan iklim investasi yang pasti, jelas, dan tidak multitafsir. “Terakhir, jangan sampai industri ini jadi objek kriminalisasi," tandas Nurman.

Reporter: Anggita Rezki Amelia