KATADATA - Kontroversi seputar nilai investasi dan skema pengembangan Blok Masela berbuntut panjang. Pemerintah kemungkinan akan menunda penetapan revisi rencana pengembangan atau plan of development (PoD) blok kaya gas bumi di Laut Arafura tersebut. Padahal, POD yang diajukan oleh Inpex Masela Ltd sebagai operator blok migas tersebut, sudah disetujui oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) pada 10 September lalu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N Wiratmaja Puja menyatakan, pihaknya akan mengundang tim konsultan independen berkelas dunia untuk mengkaji rencana pengembangan Blok Masela. Pertimbangannya, cadangan migas yang di blok tersebut sangat besar. Begitu pula dengan nilai proyeknya.
"Pemerintah perlu pilihan-pilihan dari tim independen yang mumpuni dan world class karena proyek ini sangat besar sekali," katanya dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (7/10). Saat ini, Kementerian ESDM masih mendata lembaga atau institusi independen yang punya reputasi internasional dan kerap mengkaji pengembangan blok migas lepas pantai (offshore). Alhasil, penetapan PoD Blok Masela oleh pemerintah kemungkinan tertunda dari jadwal semula pada hari Sabtu mendatang (10/10).
(Baca: SKK Migas Izinkan Inpex Tambah Kapasitas Kilang LNG di Blok Masela)
Seperti diketahui, SKK Migas menyetujui proposal revisi PoD Blok Masela pada 10 September lalu. PoD itu memuat rencana penambahan kapasitas kilang gas cair terapung (FLNG), dari semula 2,5 juta metrik ton per tahun (mtpa) berdasarkan PoD pertama yang disetujui pemerintah tahun 2010 silam menjadi 7,5 juta mtpa. Nilai investasinya pun diperkirakan membengkak dua kali lipat dari estimasi awal menjadi sekitar US$ 14,8 miliar.
Namun, belakangan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli meminta Kementerian ESDM dan SKK Migas meninjau ulang revisi PoD tersebut. Yang dipersoalkannya adalah rencana pembangunan FLNG untuk memproses gas bumi menjadi gas cair di tengah laut. Sebab, teknologi fasilitas itu relatif masih baru dikembangkan Shell di seluruh dunia sehingga nilai investasinya sangat besar. Dalam hitungan versi Rizal, nilai investasinya mencapai US$ 19,3 miliar.
(Baca: Rizal Ramli Minta Pengembangan Blok Masela Dikaji Ulang)
Ketimbang membangun FLNG, menurut Rizal, lebih menguntungkan jika membangun jaringan pipa sepanjang sekitar 600 kilometer untuk mengalirkan gas dari Blok Masela ke Kepulauan Aru di Maluku. Selain investasinya lebih murah, langkah tersebut bermanfaat untuk membantu pengembangan wilayah Aru.
(Baca: Bantah Rizal Ramli soal Blok Masela, SKK Migas: FLNG Lebih Unggul)
Saat memberi sambutan dalam acara seminar di Jakarta, hari ini, Rizal kembali bersuara keras. Ia menyebut ada pejabat negara yang tidak sensitif dan berhasil dibujuk oleh perusahaan asing untuk menggunakan skema FLNG. Padahal, teknologi tersebut belum teruji. Ia juga sangat kecewa dengan kinerja SKK Migas. "SKK Migas gajinya sudah tinggi tapi tidak pernah berpikir independen. Apa yang di-feedback kontraktor asing langsung diterima apa adanya," tukasnya.
Namun, Wiratmaja menepis anggapan bahwa penggunaan konsultan independen untuk mengkaji PoD Blok Masela lantaran kritik dari Rizal Ramli. “Tidak, prosedurnya memang begitu,” imbuhnya. Berdasarkan prosedur, Kementerian ESDM memang akan mengkaji usulan PoD yang disampaikan oleh SKK Migas untuk kemudian disetujui dan ditetapkan.
Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menilai, langkah pemerintah menggunakan tim independen menunjukkan tidak adanya kesiapan yang matang untuk mengkaji pengembangan Blok Masela. "Terkesan kredibilitas SKK migas ini dipertanyakan, padahal dari SKK juga sudah ada semua opsi tentang darat (atau) laut untuk masalah rekomendasi," ujarnya.
Ke depan, dia pun berharap, pemerintah tidak perlu lagi menggunakan tim konsultan independen untuk membuat kajian yang sebenarnya telah dilakukan SKK Migas.