KATADATA - PT Pertamina (Persero) berharap kewajiban dividennya kepada pemerintah tahun ini dapat dikurangi. Hal ini sebagai kompensasi dari penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diminta Presiden Joko Widodo.
"Kalau sebagai korporasi kami kan berharap boleh saja. Tapi itu kan keputusan pemegang saham," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, Jumat (2/10).
(Baca: Turunkan Harga BBM, Pemerintah Tak Siapkan Anggaran untuk Pertamina)
Dwi mengatakan saat ini Pertamina masih menanggung kerugian akibat menjual BBM sebesar Rp 15,3 triliun. Meski harga minyak dunia sudah turun, faktor penentu harga BBM lain, yani nilai tukar rupian melemah. Makanya Pertamina masih menjual Premium dengan harga jual di bawah harga keekonomian.
Saat ini pemerintah menetapkan harga Premium untuk wilayah di luar Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) masih sebesar Rp 7.300 per liter, dan di wilayah Jamali Rp 7.400 per liter. Sementara harga Solar juga tetap Rp 6.900 per liter.
Padahal berdasarkan hasil evaluasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk periode per enam bulan maka harga Premium di luar Jamali pada Oktober 2015 seharusnya Rp 8.300 per liter. Sedangkan harga Solar sebesar Rp 6.750 per liter.
Adapun untuk periode triwulan, harga Premium pada Oktober seharusnya Rp 7.900 per liter dan Solar menjadi Rp 6.250 per liter. Sementara itu untuk periode evaluasi satu bulan, harga Premium pada Oktober 2015 menjadi Rp 7.450 per liter dan harga Solar sebesar Rp 6.150 per liter.
Mengacu pada hasil evaluasi ini, Pertamina masih menanggung kerugian dari penjualan Premium. Meski mengaku masih menderita kerugian sebesar Rp 15,3 triliun dari penjualan BBM, ternyata secara keseluruhan bisnis Pertamina masih untung. Hingga akhir Agustus, Pertamina membukukan laba hingga Rp 10 triliun. "(Laba) itu sudah termasuk menghitung kerugian pertamina," ujar Dwi.
(Baca: Diperintah Jokowi, Kementerian ESDM dan Pertamina Kaji Penurunan Harga BBM)
Mengenai permintaan Presiden agar harga Premium diturunkan, Dwi menyatakan pihaknya masih akan mengkajinya terlebih dahulu. Kajiannya terkait kemungkinan dan berapa besar penurunan harga tersebut bisa dilakukan. Hasil kajian ini baru akan disampaikan Pertamina pada pekan depan.
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sri Adiningsih mengatakan permintaan Presiden mengenai penurunan harga BBM belum tentu direalisasikan. Hal ini tergantung dari hasil kajian Pertamina.
“Kemampuan Pertamina menanggung kerugian kalau bbm naik, pasti ada. Subsidi kan juga terbatas, itu yang saya kira menjadi salah satu pertimbangan,"
Menurut Menteri ESDM Sudirman Said, semestinya penurunan harga BBM saat ini dapat lebih mudah dilakukan jika sudah terbentuk dana ketahanan energi. Dana itu bisa dipakai untuk menutup selisih harga jual BBM ke masyarakat dengan harga keekonomiannya.
"Kalau saja Dana Ketahanan Energi sudah terbentuk, sebenarnya bisa menggunakan dana itu sebagai bantalan," katanya. Sayangnya, seperti pernah dinyatakan Sudirman sebelumnya, Dana Ketahanan Energi hingga kini baru sebatas ide dan konsepnya belum jelas.