KATADATA ? PT Pertamina (Persero) mengaku kesulitan mencari dolar untuk pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Saat ini perusahaan negara yang bertugas mencukupi kebutuhan energi nasional ini, sedang mengupayakan cara untuk mengurangi penggunaan dolar tersebut.

Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan impor minyak mentah dan BBM yang dilakukan pertamina sangat besar. Lebih dari setengah kebutuhan minyak dan BBM domestik harus dipasok dari luar negeri.

Meski tren harga minyak dunia saat ini sedang mengalami penurunan, kebutuhan dolar pertamina. Selain karena nilai tukar rupiah terus melemah, kebutuhan minyak pun terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini saja Pertamina membutuhkan setidaknya US$ 70 juta ? 80 juta setiap harinya.

?Mungkin beberapa saat kalau kami sudah melakukan investasi (meningkatkan cadangan BBM) untuk beberapa hari, maka (kebutuhan dolarnya) akan lebih tinggi dari US$ 70 juta ? 80 juta per hari," ujarnya usai Forum Chief Financial Officer (CFO) BUMN di Pertamina, Selasa (22/9). 

Dengan kebutuhan tersebut, Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pengguna dolar terbesar yang menghabiskan banyak devisa. Menurut Arief, saat ini pihaknya terus berupaya mengendalikan dan mengurangi penggunaan dolarnya. Salah satunya dengan menggunakan skema lindung nilai (hedging) sesuai aturan Bank Indonesia (BI). Hingga bulan ini, sekitar 20 persen transaksi Pertamina sudah dilakukan dengan sistem hedging.

Selain hedging, Pertamina juga sedang mengupayakan agar penggunaan dolarnya berkurang. Rencananya, Pertamina akan menggandeng pihak ketiga dalam pengadaan minyak dan BBM. Swasta yang tertarik untuk memasok minyak dan BBM tersebut harus memiliki fasilitas penyimpanan atau tangki timbun (storage) di dalam negeri.

?Impor sebagaian besar adalah BBM khususnya Premium, masih ada yang harganya ditentukan pemerintah. Tentunya ini masih harus dipikirkan hal ini menjadi ketentuan pemerintah, apakah bisa perusahaan lain melakukan impor?? ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.

Dengan cara ini, transaksi pembelian minyak dan BBM Pertamina dari pihak ketiga tersebut bisa dilakukan di dalam negeri. Sesuai Peraturan Bank Indonesia, mulai 1 Juli kemarin, setiap transaksi yang dilakukan di dalam negeri wajib menggunakan rupiah. Pertamina bisa membayar dengan rupiah, meski besaran harganya tetap mengacu pada dolar yang telah dikonversi.

Selain itu, kata Wianda, kerjasama pembelian minyak dari swasta ini dilakukan dengan sistem konsinyasi. Pertamina baru akan membayar minyak atau BBM kepada pemasok, setelah BBM tersebut dijual kepada konsumen. Jadi pengadaan minyak dan BBM tidak mengganggu kas Pertamina.

Reporter: Manal Musytaqo,