KATADATA ? Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memastikan pemerintah sudah menetapkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Riau yang baru. Jadi, PT Chevron Pacific Indonesia dapat melanjutkan kegiatan produksi minyak dsn gas bumi (migas) di Riau, yang sempat berhenti sejak tahun lalu.
?Minggu lalu, SK (Surat Keputusan) Menteri Dalam Negeri ( tentang RTRW Riau) telah keluar. Telah kami telusuri dan sudah tidak ada masalah,? katanya kepada Katadata, Rabu malam (5/8).
Sebelumnya, Kementerian LHK telah menelusuri dan membahas persoalan ini bersama-sama di tingkat Kementerian Koordinator Perekonomian. Berdasarkan penelusuran tersebut, Siti mengakui, permasalahan utama terganjalnya penetapan RTRW berada di Kementerian LHK. Sebab, selama ini belum ada penegasan yang jelas tentang batas-batas kawasan hutan dari Kementerian LHK.
Seperti diberitakan Katadata sebelumnya, pemerintah pusat menderita kerugian gara-gara terhentinya proses produksi di tiga area migas milik Chevron di Riau. Hingga 31 Mei 2015, potensi kerugian akibat kehilangan produksi migas ini termasuk komponen cost recovery mencapai US$ 68 juta atau setara dengan Rp 904,4 miliar. Proses izin operasi terkendala oleh belum adanya RTRW baru Provinsi Riau. Padahal, RTRW menjadi dasar Kementerian LHK untuk membuat Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) sehingga Chevron memperoleh izin operasi.
Agar persoalan itu tak berlarut-larut, Menko Perekonomian Sofyan Djalil meminta Kementerian LHK menyelesaikan perubahan Amdal Chevron sedangkan Menteri Agraria mendesak Pemprov Riau agar segera menetapkan Perda RTRW. Bahkan, sembari menanti persoalan itu beres, Sofyan mempersilakan Chevron untuk melanjutkan kegiatan eksplorasi migas. "Chevron boleh jalan (produksi) terus,? katanya.
Menurut Siti, persoalan terganjalnya RTRW sehingga mengganggu produksi migas terjadi juga di daerah lain. Ia mencontohkan, adanya ketidakjelasan kegiatan eksplorasi panas bumi (geothermal) anak usaha Chevron, yakni Chevron Geothermal Salak Ltd, di Gunung Salak, Jawa Barat. "Itu karena SK kami yang tidak firm (jelas), yang mana mau dipakai. Kalau secara derajat kan RTRW hanya mengacu pada kami," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, tiga orang pegawai Chevron yang tengah melakukan survei dan pematokan lahan di proyek panas bumi itu ditangkap oleh polisi hutan karena dianggap melakukan kegiatan tanpa izin di hutan lindung. Chevron mengklaim sudah mengantungi izin dari Dirjen Planologi Kermenterian LHK. Tapi Ditjen Penegakan Hukum di Kementerian LHK menganggap Chevron melakukan pelanggaran. Pasalnya, dua Ditjen ini mengacu kepada dua keputusan menteri yang berbeda.
Ke depan, Siti menjanjikan Kementerian LHK akan memperjelas aspek hukum yang berlaku dalam kegiatan eksplorasi di kawasan hutan sehingga masalah serupa tidak terus berulang. Apalagi, saat ini banyak perusahaan migas yang operasionalnya terganjal oleh aturan-aturan yang tidak terlalu tinggi derajatnya. Padahal, kalau mengacu undang-undang di atasnya, kegiatan tersebut sah secara hukum. "Mereka (perusahaan migas) kadang hanya terganggu oleh Permen yang sifatnya teknis," tandasnya.